Rabu, 29 Maret 2017
Epistemologi Tasawuf
EPISTEMOLOGI TASAWUF
Disampaikan pada mata kuliah Akhlak Tasawuf pada hari Kamis,30 maret 2017
Prodi Fisika Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Disusun Oleh :
Nama. : Irmawati Koto
Nim. : 0705163048
Epistemologi Tasawuf
1. Peran Hati dalam tasawuf
Dalam tradisi intelektual islam,hati ditempatkan sebagai salah satu sarana meraih ilmu.istilah hati disebut berulang kali dalam alquran dan hadis,yang biasanya disebut dengan kata qalb,alfu’ad,atau af’idah.term hati disebut dalam alquran dengan berbagai bentuk,antara lain,kata qalbun disebut sebanyak 6 kali,dan kata qulub disebut sebanyak 21 kali.kata al-fu’ad disebut sebanyak 3 kali,kaya fu’aduka disebut sebanyak 2 kali,kata af’idah disebut sebanyak 8 kali,dan kata af’idatuhum disebut sebanyak 3 kali.selain itu,dikenal istilah bashirah,yang berarti hati nurani,disebut dalam alquran sebanyak 2 kali.
Dalam tradisi islam,hati ( qalb ) merupakan subsistem jiwa manusia.disebutkan bahwa dari segi fungsi,menurut achmad mubaro,qalb berfungsi sebagai “alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai serta memutuskan suatu tindakan ( Q.S.al-A’raf/7:179 ),”sehingga qalb menjadi identik dengan akal.disebutkan bahwa ada delapan potensi hati,yakni hati itu bisa berpaling;merasa kecewa dan kesal;secara sengaja memutuskan untuk melakukan sesuatu;berprasangka;menolak sesuatu;mengingkari;dapat diuji;dapat ditundukkan;dapat diperluas dan dipersempit;bahkan bisa ditutup rapat.adapun kandungan hati manusia adalah penyakit ( Q.S.al-baqarah/2:10 );sedangkan kondisi hati manusia bermacam macam,sebagian bersifat positif seperti hati yang bersih(qalb salim),hati yang bertobat( qalb munib),hati yang tenang(qalb muthmain),hati yang menerima petunjuk(yahdi qalbih),dan hati yang takwa(taqwa al qulub).Islam menghendaki manusia mampu mencapai kualitas hati yang positif,dan menjauhi kualitas hati yang negatif.
Mayoritas sufi menilai bahwa akal manusia tidak mampu mencapai hakikat Allah swt, dalam al-qur’an dijelaskan bahwa kelemahan akal bisa ditutupi oleh hati yang damai. Dalam Q.S al-Syu’ara’/26:89, telah disebutkan “ kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang damai”. Hati sebagai sarana untuk menemukan ilmu lebih banyak dibahas oleh kaum sufi dalam berbagai karya mereka. Al –Ghazali telah membahas hakikat hati dalam Ihya’’Ulum al-Din. Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati atau qalbu bermakna ganda, pertama hati adalah “daging yang diletakkan dalam dada sebelah kiri”. Dalam daging tersebut terdapat lubang , dan dalam lubang tersebut terdapat darah berwarna hitam yang menjadi sumber ruh. Hati semacam ini terdapat juga pada jasab binatang. Kedua, “sesuatu yang halus,bersifat ketuhanan bersifat(rabbaniyah), ruhani (ruhaniyah) dan memiliki kaitannya dengan ruh. Hati ini merupakan hakikat manusia. Akal adalah sifat ilmu yang terletak dihati, dan qalb berkaitan dengan ruhyakni tubuh yang halus dan sumbernya adalah lubang hati jasmani, lalu tersebar dengan perantara urat-urat yang merusak kebagian jasad lain”.
Jadi qalb terdiri dari dua bentuk yakni hati yang bersifat jasmani dan hati yang bersifat ruhani. Menurut Al-Ghazali hati dapat meraih ilmu mengenai banyak hal manakala ia memiliki ia memiliki sifat-sifat Rabbaniyah dan hikmah. Hati akan menjadi suci ketika dihiasi oleh sifat-sifat ilahiah,cahaya iman(sebagai dampak dari zikir dan ibadah), dan hikmah, sehingga hati akan menjadi cermin yang bercahaya,cemerlang dan akhirnya hati akan meraih kasyf yang membuatnya dapat memeroleh kebenaran,bertemu Allah SWT, dan mampu menyingkap hakikat agama.Sebaliknya,ketika hati menjadi kotor akibat maksiat,maka hati menjadi hitam dan akibatnya akan terhijab dari Allah swt.Ketika hati seorang sufi dikuasai Allah sebagai dampak dari perilaku mereka dalam menekuni ibadah zuhud terhadap dunia maka allah akan menyingkapkan rahasia alam dan hakikat segala sesuatu kepada sufi tersebut.Menurut al-Ghazali,ada lima penyebab hati gagal meraih ilmu,yakni kekurangan hati(yakni hati anak kecil),hati menjadi kotor akibat mengikuti hawa nafsu sehingga selalu berbuat maksiat dan perbuatan keji,hati dipalingkan dari kebenaran karena tidak mau mencari kebenaran dan mengarahkan pikiran kepada hakikat illahiah,terhijab karena banyak taklid dan tunduk kepada prasangka,meskipun telah mampu mengekang hawa nafsu atau memfokuskan diri kepada kebenaran diri kepada kebenaran,dan kebodohan dalam mengetahui arah kebenaran akibat penyelewengan ilmu dan tidak mengetahui manfaat pencarian ilmu.Dapat disimpulkan,bahwa hati harus dihiasi oleh ibadah,dan dijauhi dari jebakan hawa nafsu,agar hati mampu meraih ilmu,menyaksikan dunia spriritual,dan menyingkap rahasia agama.
2. Metode Tazkiyah al-Nafs
Kaum sufi meyakini bahwa akal manusia masih memiliki kelemahan, meskipu relatif suksese memberikan gambaran rasional terhadap dunia spritual. Keabsahan tazkiyah al-nafs (metode irfani) diakui oleh kitab suci umat islam. Al-qur’an misalnya menegaskan para nabi bdan rasul diutus untuk menyucikan jiwa manusia. Adapun keutamaan tazkiyah al-nafs menurut al-qur’an bahwa pelakunya disebut orang-orang yang beruntung(Q.S. al-Syams/91:9; dan Q.S. al-A’la/87:14) dam orang tersebut diberi pahala serta keabadian surgawi (Q.S. Thaha/20:6).
Metode irfani merupakn metode kaum sufi dalam islam yang mengandalkan aktifitas penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, dan menilai bahwa ilmu ghakiki yang diraih dengan cara mendekakatkan diri dengan sosok yang Maha Mengetahui (al-alim), bukan dengan metode observasi ayau eksperimen atau juga metode rasional.
Mahzab tasawuf,menurut al-ghazali,dapat diwujudkan secara sempurna hanya melalui ilmu dan amal .Karya-karya para sufi menegaskan manusia terdiri atas badan dan jiwa(qalb).Baik badan maupun jiwa dapat menjadi sehat dan bahagia manakala kebutuhan keduanya dapat dipenuhi secara benar,dan menjadi sakit manakala kebutuhan keduanya tidak dipenuhi.Sebab itulah para sufi mengajarkan tentang usaha pemenuhan kebutuhan jiwa demi menghindari kehancurannya.Menurut al-Ghazali ,jiwa dan hati manusia menjadi rusak dan hancur jika manusia bersikap ateis(menolak dan tidak mengenal allah)dan mengikuti hawa nafsu,sedangkan hati menjadi sehat manakala mengenal Allah(ma’rifat).Sebagaimana ditegaskan bahwa tasawuf tidak hanya sekedar ilmu,melainkan amal,sehingga dasar pijakan kaum sufi adalah mengamalkan ajaran kaum sufi dengan uzlah,khalwah,riyadhaah,mujahadah,ibadah,dan zikr sebagai sarana paling tepat untuk mensucikan jiwa.Kaum sufi yang terbagi dalam berbagai mahzab tasawuf telah merumuskan beragam model ajaran tasawuf dalam rangka mencapai tujuan utama dalam mahzab tasawuf.
Ibn al-Qayyim al-Jauziyah menyebut ilmu yang diraih oleh kaum sufi sebagai ilm laduniyun,yakni ilmu yang diisyaratkan kepada ilmu yang diperoleh seorang hamba tanpa menggunakan sarana,tetapi berdasarkan ilham dari allah,dan diperkenalkan Allah kepada hambanya .Ilmu ladunni merupakan buah dari ibadah,serta kepatuhan dan kebersamaan dengan allah,dan dicari dari kepatuhan kepada Rasulnya.Ilmu ladunni terdiri atas dua macam:dari sisi Allah dan dari sisi setan.Kaum sufi meraih ilmu dari sisi allah,sedangkan para dukun meraih ilmu dari setan.
Kesimpulan
Hati adalah hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, pengtahuan dan arif. Untuk mensucikan hati haruslah kita bebani dengan amal ibadah,dzikir,tasbih dan sebagainya, sesuai denganyang dianjurkan dalam alqur’an dan hadis.
Relevansi dengan bidang
Relevansi akhlak tasawuf dengan seorang fisikawan
Sebagai seorang fisikawan kita harus memiliki jiwa dan hati yang bersih, karena dengan hati yang bersih maka badan maupun jiwa kita menjadi sehat, dengan hati yang bersih kita juga akan mampu menemukan ilmu lebih banyak.
Daftar Pustaka
Abu al-Najib al-Suhrawardi,Adab al-muridin(Beriut:Daral-kutub al-ilmiyah,2005)
Abu bakar al-Kalabazi,al-Ta’aruf li Mazhab Ahl al-Tashawuf(Kairo:Dar Ihya al-Kutub al- Arabiyyah,1960)
Abu Hamid al-Ghazali,IHYA Ulum al-Din,Juz IV(Singapura:al Haramain,t.t)
Jafar,M.A.Gerbang Tasawuf .(Perdana Publising,2016)
Rabu, 22 Maret 2017
Tasawuf dalam Hierarki Ilmu-ilmu Keislaman
TASAWUF DALAM HIERARKI
ILMU-IlMU KEISLAMAN
Disampaikan pada mata kuliah : Akhlak Tasawuf pada hari Kamis,23 Maret 2017
DISUSUN OLEH :
Nama : Irmawati Koto
Nim. : 0705163048
Prodi. : Fisika 2
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI PRODI FISIKA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Membahas tentang ilmu itu tidak akan ada habisnya, karena ilmu merupakan salah satu dari sifat utama Allah SWT dan satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT. Dalam membahas ilmu tersebut tidak terlepas dari yang namanya pendekatan, pengkajian, serta metodologi, ketiga kata-kata ini saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Setiap pembahasan dari suatu disiplin ilmu apalagi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sangat membutuhkan pengkajian, pendekatan ataupun metodologi sehingga ilmu tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Apalagi ilmu yang berhubungan dengan agama Islam, agama yang diridhai Allah dan agama yang menjadi rahmatan lil ‘alamin,hal ini sesuai dengan kelima ayat Alqur’an dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang menjelaskan bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting.
Sebagian ahli menerangkan bahwa perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup, menurut pendekatan ini hadirnya Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi Muhammad[1].
Setelah Nabi Muhammad dan generasi pertama wafat, maka para tabiin dan tabiit tabiin menggunakan pendekatan dengan menggunakan metode nash, yaitu mencari rujukan kepada ayat-ayat Alqur’an dan teks-teks hadits yang merujuk pada situasi/ masalah yang dihadapi. Metode lainnya disebut metode kias atau penalaran analogis, dimana pemikiran tentang hukum adalah ilmu yang paling awal tumbuh dalam Islam, dan menjadikan hadits pada masa-masa tersebut tumbuh menjadi ilmu tersendiri. Salah satu ilmu yang menggunakan penalaran adalah ilmu kalam (teologi), yang muncul saat persoalan politik di masa kekhalifahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, yang dipakai sebagai alat pemikiran filsafat untuk membalas serangan yang ditujukan kepada Islam untuk membela keyakinan-keyakinan Islam.
Sesungguhnya pengembangan ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam sesuai dengan perintah Alqur’an untuk mengamati alam dan mengunakan akal, yang merupakan dua dasar metodologi sains. Perintah penggunaan akal sebagai dasar kerasionalan ilmu dengan perintah mengamati alam sebagai dasar ilmu selalu berjalan seiring, dan firman Allah juga selalu disertai pertanyaan “afala ta’qilun (mengapa tidak kamu gunakan akalmu)” dan “afala tatafakkaruun (mengapa tidak kamu pikirkan), seperti yang terdapat dalam surah Ali Imran ayat 190-191[2]:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍلأولِي الألْبَابِ﴿١٩٠﴾الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿١٩١﴾
Artinya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal; (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Perintah Alqur’an tersebut diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa kedudukan ilmuwan dalam Islam dipandang utama, “Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang 'abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang”. (HR. Abu Dawud )[3]
Agama Islam sebagai ajaran yang berkenaan dengan berbagai bidang kehidupan dengan ciri-cirinya yang khas, juga tampil dalam sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman. Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985, bahwa yangtermasuk disiplin ilmu keislaman adalah Alqur’an/ tafsir, hadits/ ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum Islam (Fiqh), sejarah dan kebudayaan Islam, serta pendidikan Islam[4].
Sehubungan dengan ilmu inilah maka penulis diberi kesempatan untuk membahas suatu topik makalah yang berjudul “Tasawuf dalam Hierarki Ilmu-ilmu Keislaman". Melalui tulisan ini diharapkan semoga dapat bermanfa’at dan berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima, artinya pengetahuan, dan ini sama dengan kata dalam bahasa Inggris, science, yang berasal dari bahasa latin, scio atau scire, yang kemudian di Indonesiakan menjadi sains.Kata ilmu dalam bahasa Arab yaitu ‘ilm yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya[5].
Sehingga dapat diartikan, ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu[6].
Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai penddikan lanjutan dan perguruan tinggi[7]. Fungsi dari ilmu atau pengetahuan ilmiah adalah menjelaskan, meramal, dan mengontrol.
Ilmu sains atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi (filsafat pengetahuan).
Ilmu atau pengetahuan ilmiah merupakan salah satu jenis pengetahuan dalam kehidupan manusia. Ilmu adalah pengetahuan sistematis dan taat asas tentang suatu obyek tertentu, yaitu gejala alamiah, gejala sosial, dan gejala budaya. Gejala-gejala tersebut relative konkrit, dalam arti dapat diamati dan dapat diukur.
Apabila disusun ciri gejala yang dikaji mulai dari yang konkrit sampai yang abstrak, maka rumpun dan disiplin ilmu tersusun secara hierarkis, mulai dari fisika, kimia, biologi; kemudian ilmu social dan ilmu hukum; sampai falsafah dan ilmu agama[8].
Ilmu agama Islam merupakan bagian dari rumpun ilmu-ilmu budaya dan ilmu-ilmu social. ‘Ulumul Qur’an, ‘Ulumul Hadits, ilmu kalam, ilmu ushul fiqh,ilmu fiqh dan sejenisnya masuk dalam rumpun ilmu budaya (humaniora) yang bersifat ideal dan normative. Sejarah peradaban Islam, ilmu pendidikan Islam dan ilmu dakwah masuk dalam rumpun ilmu-ilmu social yang sifatnya aktual dan empiris. Juga terdapat disiplin ilmu lain yang berkembang terutama dalam rumpun ilmu-ilmu alamiah, antara lain astronomi dan geologi[9].
Perintah menuntut ilmu dalam Alqur’an dan hadits mendorong kaum muslimin pada abad pertama hijrah untuk menerjemahkan berbagai buku dari bahasa Yunani, Persia, India, dan China ke dalam bahasa Arab. Kemudian para filsuf muslim mengklasifikasi ilmu-ilmu tersebut secara sistematis. Ini menjadi dasar bagi para ilmuwan muslim untuk mengembangkan sains, terutama ilmu pengetahuan alam dan ilmu alatnya (matematika dan logika).
Nurcholis Madjid menjelaskan tentang hubungan organik antara iman dan ilmu Islam. Menurutnya, ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami alam raya ciptaan-Nya, sebagai manifestasi atau penyingkapan tabir akan rahasia-Nya[10]. Sejalan dengan argument ini juga dijelaskan oleh Ibnu Rusyd, seorang filosof muslim, dalam makalahnya “Fashl al-maqal wa Taqrir ma Bain al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal”, bahwa antara iman dan ilmu tidak terpisahkan, meskipun dapat dibedakan. Dikatakan demikian karenaiman tidak saja mendorong bahkan juga menghasilkan ilmu serta membimbing ilmu dalam pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya. Ilmu juga berbeda dari iman karena ilmu bersandar pada observasi terhadap alam dan disusun melalui proses penalaran rasional (berpikir), sedangkan iman bersandar pada sikap membenarkan atau mendukung pembenaran berita yang dibawa oleh pembawa berita, yaitu nabi, yang menyampaikan berita tersebut kepada umat manusia selaku utusan Allah (Rasul)[11].
B. Tasawuf dalam Hierarki Ilmu-Ilmu Islam
Ilmu tasawuf yang merupakan ilmu hukum Islam yang dikembangkan dari keaslian konsep dasar keislaman dan tentu saja bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Ibn Khaldun berpendapat bahwailmu-ilmu hikmah dan filsafat yang diperoleh dari akal manusia yang diajarkan dan ditransformasikan dan bersumber dari syariat Islam. Ia mengaggap tasawuf adalah salah satu dari beragam ilmu syariah. Pendapat Al-Ghazali, menurut cara memperoleh ilmu, ilmu dibagi atas dua yaitu ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai.
Dari aspek pembahasan, akan nada empat pokok persoalan. Pertama tentang mujahadah, zauq, intropeksi diri dan tingkatan-tingkatan spiritual. Kedua, penyingkapan spiritual dan hakikat-hakikat alam gaib. Ketiga, keramat wali. Keempat, istilah-istilah kaum sufi yang dianggap pasca mabuk spiritual. Menurut Ibn Khaldun banyak fukaha yang menolak ajaran sufi tentang tasawuf.
Aliran tasawuf terbagi menjadi dua yaitu tasawuf sunni dan falsafi. Tasawuf sunni memagari pengikutnya dengan Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan tasawuf falsafi cenderung dengan ungkapan-ungkapan ganjil yang memadukan antara visi mistis dan visi rasional.
C.Pengertian Agama dan Islam
Menurut Prof. Dr. Mahmud Abdullah Darraz, “ad-Dien (agama) adalah keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat - atau beberapa dzat ghaib - yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia. Keyakinannya ini memotivasi manusia untuk memuja dzat tersebut dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan pengagungan”[12].
Dalam buku Metodologi Studi Agama, istilah dien mencakup arti “keberhutangan, ketundukan, kekuatan yang mengadili, dan kecenderungan alami”. Istilah ini berhubungan erat dengan beberapa istilah lain yang memiliki akar kata yang sama, yaitu dana, atau kondisi memiliki hutang. Manusia memiliki hutang yang tak terhingga kepada sang pencipta berupa keseluruhan eksistensi. Dengan demikian, agama tidak lain adalah keseluruhan proses pemberadaban manusia, maddana, yang akan menghasilkan kebudayaan, tamaddun[13].
Para ulama mendefinisikan ad-Dien dengan mengatakan, “Ad-Dien adalah peraturan Ilahi yang mengatur orang-orang yang memiliki akal sehat secara sukarela kepada kebaikan hidup di dunia dan keberuntungan di akhirat”.
Definisi ini mencakup untuk semua agama, baik yang berdiri atas kemusyrikan ataupun keberhalaan. Alqur’an telah menamakan Islam sebagai dien, sebagaiman firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 85:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴿۸۵﴾
Artinya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [14]
Pentingnya agama itu dinamakanIslam, karena menunjukkan hakekat dan esensi agama tersebut. Arti kata Islam adalah “masuk dalam perdamaian” dan seorang muslim adalah “orang yang membuat perdamaian dengan Tuhan dan manusia”. Damai dengan Tuhan berarti tunduk dan patuh secara menyeluruh kepada kehendak-Nya, dan damai dengan manusia tidak hanya berarti meninggalkan pekerjaan jelek dan menyakitkan orang lain, tapi juga berbuat baik kepada orang lain. Kedua makna ini merupakan esensi dari agama Islam. Alqur’an menyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 112:
بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ﴿١۱۲﴾
Artinya: “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Islam pada asasnya adalah agama perdamaian dan ajaran pokoknya adalah keesaan Tuhan dan keesaan seantero umat manusia. Agama Islam juga mencakup semua ajaran agama yang diwahyukan oleh Allah di dunia ini, sebagaimana kitab suci Alqur’an yang merupakan himpunan dari semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah di duna ini[15].
Sesungguhnya kebutuhan manusia terhadap agamapada umumnya dan kepada Islam pada khususnya, bukan hanya kebutuhan sekunder ataupun sampingan, melainkan ia adalah sesuatu kebutuhan dasar dan primer yang berhubungan erat dengan substansi kehidupan, misteri alam wujud dan hati nurani manusia yang paling dalam.
Islam adalah sistem yang moderat dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada akal bahkan mengajaknya untuk menganalisa dan berpikir. Islam juga bertumpu pada akal untuk menetapkan dua hakikat terbesar dalam alam wujud yakni wujudillah dan kebenaran dakwah nabi. Islam juga percaya pada wahyu sebagai penyempurna akal dan penolong tatkala ia tersesat dan dikendalikan oleh nafsu. Wahyu merupakan petunjuk bagi akal manusia kepada sesuatu yang bukan spesialisasinya dan diluar kemampuannya dari hal-hal yang ghaib, berita-berita dari langit serta cara-cara beribadah kepada Allah SWT[16].
D.Klasifikasi Ilmu Keislaman
Menurut Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Alqur’an”[17], Alqur’an menggunakan kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali, salah satunya sebagai “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan” (QS. Al-Baqarah ayat 31-32).
Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi dan ragam disiplinnya. Saat ini, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Alqur’an mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika.
Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filosof (muslim/ non muslim) pada masa-masa silam, para pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua kategori:
1)Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan kepada wahyu Ilahi yang tertera dalam Alqur’an dan Hadits serta segala yang dapat diambil dari keduanya.
2)Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antar budaya selama ida bertentangan denga syari’ah sebagai sumber nilai.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dari sudut normative Islam adalah wahyu yang bersifat mutlak (absolute), sehingga kepadanya tidak dapat diberlakukan paradigma ilmu pengetahuan yang sifatnya nisbi (relative). Jadi sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dan subyektif. Jika dilihat dari sudut historis, yaitu Islam dalam arti yang dipraktekkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman atau studi Islam.
Ilmu keislaman merupakan ilmu yang berhubungan tentang segala hal yang bertalian dengan agama Islam. Ilmu ini telah dirumuskan sekitar abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah atau abad ke-8, 9, dan 10 Masehi. Pada abad tersebut keilmuan memperoleh kemajuan yang luar biasa, lahirnya sejumlah ahli-ahli di bidang ilmu keislamanmemperlihatkan ramainya pembahasan ilmiah dibidang ini. Pada periode ini telah muncul para mujtahid besar yang mungkin tidak dapat ditandingi mujtahid periode manapun.
Berdasarkan sejarah perkembangan tersebut, ilmu-ilmu keislaman dapat diklasifikasikan sebagaimana yang dikelompokkan oleh Harun Nasution berikut ini[18]:
a)Kelompok dasar, meliputi: tafsir, hadits, aqidah/ ilmu kalam, filsafat Islam, tasawuf, tarekat, perbandingan agama, serta perkembangan modern dalam ilmu-ilmu tafsir, hadits, ilmu kalam dan filsafat.
b)Kelompok cabang, meliputi:
1.Ajaran yang mengatur masyarakat, terdiri dari ushul fiqh, fikih muamalah, fikih ibadah, fikih siyasah, peradilan, dan perkembangan modern.
2.Peradaban Islam, mencakup:
ØSejarah Islam, termasuk didalamnya sejarah politik, ekonomi, administrasi, kemiliteran, kepolisian, dan lain-lain.
ØSejarah pemikiran Islam meliputi ilmu kalam, filsafat dan tasawuf.
ØSains Islam
ØBudaya Islam, meliputi arsitektur, kaligrafi, seni lukis, seni tari, musik, dan lain-lain.
ØStudi kewilayahan Islam.
3.Bahasa-bahasa dan sastra Islam terutama bahasa dan sastra Arab.
4.Pengajaran Islam kepada anak didik, mencakup ilmu pendidikan Islam, filsafat pendidikan Islam, sejarah pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam, dan perkembangan modern dalam pendidikan Islam.
5.Penyiaran Islam, mencakup sejarah dakwah, metode dakwah, materi dakwah, perkembangan modern dalam dakwah Islam, dan lain sebagainya.
Tabel 1. Klasifikasi ilmu-ilmu keislaman
No.Kelompok dasar. Kelompok cabang
1. Tafsir. Ushul fiqh
2. Hadits. Fikih muamalah
3.Aqidah/ ilmu kalam. Fikih siyasah
4.Filsafat islam. Peradilan
5.Akhlak. Perkembangan modern
6.Perbandingan agama Peradaban Islam
7.Bahasa dan sastra arab
8.Pendidikan Islam
9.Dakwah Islam
Ditinjau dari segi pembidangan atau klasifikasi, kelompok dasar dan cabang di atas maka dibagi menjadi bidang-bidang berikut[19]:
1.Sumber ajaran Islam, mencakup ilmu Alqur’an, tafsir, hadits, dan pembaharuan dalam bidang tersebut.
2.Pemikiran dasar Islam, mencakup ilmu kalam, filsafat, tasawuf dan tarekat, perbandingan agama, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
3.Pranata sosial, mencakup ushul fikih ekonomi, dan pranata-paranata bidang sosal lainnya, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
4.Sejarah dan peradaban Islam, mencakup sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah administrasi, sejarah kemiliteran, sejarah pemikiran Islam, budaya Islam dan studi kewilayahan Islam, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
5.Bahasa dan sastra Islam, mencakup sastra dan bahasa Arab serta pembaharuan dibidang ini.
6.Pendidikan Islam
7.Dakwah Islam
8.Perkembangan modern dalam Islam/ pembaharuan dalam berbagai disiplin ilmu, mencakup bidang-bidang sumber pemikiran dasar, pranata social, pendidikan, dakwah, sejarah, peradaban, serta bahasa dan sastra.
Para filosofi muslim membagi ilmu kepada ilmu yang berguna dan yang tak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi,logika, etika, dan bersama disiplin yang khusus mengenai ilmu keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum yang menggunakan bilangan) dimasukkan dalam kategori ilmu yang tidak berguna. Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofi ke dalam beberapa wilayah seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, yurispudensi dan teologi dialeksis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fikih langsung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik.
Al-Ghazali membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah (wahyu)dan ilmu aqliyyah. Dr. Muhammad Al- Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya, yaitu ilmu yang bersumber dari Tuhan dan ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu ilmu qadim dan ilmu hadis (baru). Ilmu qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadis yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya[20].
Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah (wahyu)dan ilmu aqliyyah[21]:
I.Ilmu syar’iyyah
1.Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul), meliputi:
a.Ilmu tentang keesaan tuhan (al-tauhid)
b.Ilmu tentang kenabian
c.Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
d.Ilmu tentang sumber pengetahuan religius, yaitu Alqur’an dan Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat), dan ilmu-ilmu pelengkap yang terdiri dari ilmu qur’an, ilmu riwayat al-hadits, ilmu ushul fiqh, dan biografi para tokoh.
2.Ilmu tentang cabang-cabang (Furu’)
a.Ilmu tentang kewajiban manusia dengan Tuhan (ibadah)
b.Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat
c.Ilmu tentang kewajiban manusia jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
II.Ilmu Aqliyyah
1.Matematika, mencakup aritmatika, geometri, astronomi, astrologi dan music
2.Logika
3.Fisika/ilmu alam, mencakup kedokteran, meteorology, minerologi, kimia
4.Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika.
Demikian sekilas penjelasan tentang ilmu-ilmu dalam Islam, baik dalam sejarah pemikirannya, maupu wacana yang berkembang bahwa ilmu Islam tidak lepas dari wawasan Allah SWT yang merupakan sumber pengetahuan, meski kemudian mengalami penyikapan-penyikapan ilmiah yang berbeda-beda dari para filosof dan ilmuan muslim yang masing-masing memiliki corak dan bentuk yang berbeda, karena adanya perbedaan dalam hal penekanan penerapan metodologis-filosofis yang berbeda pula.
E.Hubungan Antara Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Keislaman Lainnya
Penggunaan akal sangat besar pengaruhnya dalam membahas masalah-masalah keagamaan dalam Islam, yang tidak hanya dijumpai dalam filsafat Islam tapi juga ada dalam bidang ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh, dan sains.
Berikut akan dijelaskan masing-masing hubungan antara ilmu-ilmu tersebut[22]:
1.Hubungan Filsafat Islam dan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan salah satu ilmu keislaman yang timbul dari hasil diskusi umat Islam dalam merumuskan aqidah Islam dengan menggunakan dalil akal dan filsafat. Ilmu kalam seperti halnya filsafat Islam dipengaruhi oleh filsafat Yunani tapi sumber pokoknya tetap pada nash-nash agama. Namun demikian, dalam kenyataannya ilmu kalam lahir dri masalah Islam sendiri, sedangkan cara pemecahannya yang hanya terpengaruh dari filsafat.
2.Hubungan Filsafat Islam dan Tasawuf
Tasawuf merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara dan jalan bagaimana seorang Islam berada sedekat mungkin dengan Allah SWT[23]. Menurut Al-‘Iraqy, tasawuf dalam Islam baik yang sunni maupun yang falsafi termasuk kedalam lingkup filsafat Islam secara umum. Tapi kedua ilmu ini memiliki perbedaan yakni dari segi objek dan metodenya, misalnya: objek filsafat membahas segala yang ada (al maujudat) baik yang fisika maupun metafisika (termasuk Allah SWT), alam dan manusia yang meliputi tingkah laku, akhlak dan politik, sementara objek tasawuf pada dasarnya mengenal Allah baik denga beribadah maupun dengan jalan ilham ataupun intuisi.
3.Hubungan Filsafat Islam dengan Ushul Fiqh
Ushul fiqh merupakan pengetahuan tentang kaidah dan bahasa yang dijadikan acuan dalam menetapkan hukum syari’at mengenai perbuatan manusia berdasarkan dalil-dalil secara detail[24]. Atau dengan kata lain ushul fiqh adalah ilmu tentang dasar-dasar hukum dalam Islam.penyusun disiplin ilmu Ushul fiqh pertama kali adalah Imam Syafi’i dengan bukunya yang berjudul Ar-Risalat. Ushul fiqh menggunakan pemikiran filosofis dalam menetapkan hukum syari’at, yang bahkan cenderung mengikuti ilmu logika dengan cara memberikan definisi-definisi terlebih dahulu. Walaupun demikian, kedua ilmu ini memiliki perbedaan juga, ushul fiqh secara khusus adalah ilmu yang berdiri atas dasar agama, sedangkan objeknya menetapkan dalil bagi hukum dan menetapkan hukum bagi dalil.
4.Hubungan Filsafat Islam dan Sains
Seperti yang diketahui, filsafat merupakan satu ilmu yang mencakup seluruh lapangan ilmu pengetahuan baik yang teoritas maupun yang praktis. Ini dapat dibuktikan dalam temuan-temuan yang dihasilkan oleh filosof-filosof Islam sendiri, seperti Al-Kindi ahli ilmu pasti dan ahli falak yang terkenal, Ibnu Sina dengan kedokterannya yang menyusun Kitab al-Qanun yang menjadi rujukan baik di barat dan di timur, juga ilmuan-ilmuan lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap filosof adalah ilmuan, karena setiap filsafat berdiri atas dasar ilmu pasti dan ilmu alam, tetapi tidak semua ilmuan itu filosof.
Pada masa peradaban Islam mencapai kejayaannya, saaat itu filsafat, sains, dan agama bergabung menjadi satu sehingga saling mempengaruhi, tapi setelah abad ke-6 H orang-orang di masa ni telah merasa puas dengan membahas dan mengulas masalah-masalah filsafat saja tanpa berpijak pada dasar ilmu yang melandasinya (ilmu pasti dan ilmu alam). Akhirnya terputuslah hubungan antara filsafat dan sains. Kemudian hubungan kedua ilmu ini kembali lagi setelah Timur kembali mengambil sains.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu.
Islam adalah sistemyang moderat dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada akal bahkan mengajaknya untuk menganalisa dan berpikir.
Ilmu keislaman merupakan ilmu yang berhubungan tentang segala hal yang bertalian dengan agama Islam. Ilmu ini muncul sekitar abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah atau abad ke-8, 9, dan 10 Masehi.
Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985, bahwa yangtermasuk disiplin ilmu keislaman adalah Alqur’an/ tafsir, hadits/ ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum Islam (Fiqh), sejarah dan kebudayaan Islam, serta pendidikan Islam
Para ilmuan berbeda-beda dalam mengklasifikasi ilmu, ada yang berdasarkan dari segi sejarah, segi pembidangan atau klasifikasi, ilmu yang berguna dan yang tak berguna, dari segi syar’iyyah dan aqliyyah, dan ada juga dari segi sumbernya.
Penggunaan akal sangat besar pengaruhnya dalam membahas masalah-masalah keagamaan dalam Islam, yang tidak hanya dijumpai dalam filsafat Islam tapi juga ada dalam bidang ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh, dan sains.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Edisi Revisi , Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Abd. Al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Jakarta: al-Majlis al-a’ala Indonesia lil al-Da’wat al-Islamiyyat, 1972.
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Bisri M. Djaelani, Ensklopedi Islam, cet. I ,Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007.
Abdullah, Nur Syamsiah, dan Syarif Hidayatullah, Makalah Kajian-kajian Keislaman, situs:
Ja’far, Gerbang Tasawuf Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, Perdana Publishing, Medan, 2016.
ILMU-IlMU KEISLAMAN
Disampaikan pada mata kuliah : Akhlak Tasawuf pada hari Kamis,23 Maret 2017
DISUSUN OLEH :
Nama : Irmawati Koto
Nim. : 0705163048
Prodi. : Fisika 2
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI PRODI FISIKA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Membahas tentang ilmu itu tidak akan ada habisnya, karena ilmu merupakan salah satu dari sifat utama Allah SWT dan satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT. Dalam membahas ilmu tersebut tidak terlepas dari yang namanya pendekatan, pengkajian, serta metodologi, ketiga kata-kata ini saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Setiap pembahasan dari suatu disiplin ilmu apalagi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sangat membutuhkan pengkajian, pendekatan ataupun metodologi sehingga ilmu tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Apalagi ilmu yang berhubungan dengan agama Islam, agama yang diridhai Allah dan agama yang menjadi rahmatan lil ‘alamin,hal ini sesuai dengan kelima ayat Alqur’an dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang menjelaskan bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting.
Sebagian ahli menerangkan bahwa perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup, menurut pendekatan ini hadirnya Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi Muhammad[1].
Setelah Nabi Muhammad dan generasi pertama wafat, maka para tabiin dan tabiit tabiin menggunakan pendekatan dengan menggunakan metode nash, yaitu mencari rujukan kepada ayat-ayat Alqur’an dan teks-teks hadits yang merujuk pada situasi/ masalah yang dihadapi. Metode lainnya disebut metode kias atau penalaran analogis, dimana pemikiran tentang hukum adalah ilmu yang paling awal tumbuh dalam Islam, dan menjadikan hadits pada masa-masa tersebut tumbuh menjadi ilmu tersendiri. Salah satu ilmu yang menggunakan penalaran adalah ilmu kalam (teologi), yang muncul saat persoalan politik di masa kekhalifahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, yang dipakai sebagai alat pemikiran filsafat untuk membalas serangan yang ditujukan kepada Islam untuk membela keyakinan-keyakinan Islam.
Sesungguhnya pengembangan ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam sesuai dengan perintah Alqur’an untuk mengamati alam dan mengunakan akal, yang merupakan dua dasar metodologi sains. Perintah penggunaan akal sebagai dasar kerasionalan ilmu dengan perintah mengamati alam sebagai dasar ilmu selalu berjalan seiring, dan firman Allah juga selalu disertai pertanyaan “afala ta’qilun (mengapa tidak kamu gunakan akalmu)” dan “afala tatafakkaruun (mengapa tidak kamu pikirkan), seperti yang terdapat dalam surah Ali Imran ayat 190-191[2]:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍلأولِي الألْبَابِ﴿١٩٠﴾الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿١٩١﴾
Artinya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal; (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Perintah Alqur’an tersebut diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa kedudukan ilmuwan dalam Islam dipandang utama, “Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang 'abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang”. (HR. Abu Dawud )[3]
Agama Islam sebagai ajaran yang berkenaan dengan berbagai bidang kehidupan dengan ciri-cirinya yang khas, juga tampil dalam sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman. Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985, bahwa yangtermasuk disiplin ilmu keislaman adalah Alqur’an/ tafsir, hadits/ ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum Islam (Fiqh), sejarah dan kebudayaan Islam, serta pendidikan Islam[4].
Sehubungan dengan ilmu inilah maka penulis diberi kesempatan untuk membahas suatu topik makalah yang berjudul “Tasawuf dalam Hierarki Ilmu-ilmu Keislaman". Melalui tulisan ini diharapkan semoga dapat bermanfa’at dan berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima, artinya pengetahuan, dan ini sama dengan kata dalam bahasa Inggris, science, yang berasal dari bahasa latin, scio atau scire, yang kemudian di Indonesiakan menjadi sains.Kata ilmu dalam bahasa Arab yaitu ‘ilm yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya[5].
Sehingga dapat diartikan, ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu[6].
Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai penddikan lanjutan dan perguruan tinggi[7]. Fungsi dari ilmu atau pengetahuan ilmiah adalah menjelaskan, meramal, dan mengontrol.
Ilmu sains atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi (filsafat pengetahuan).
Ilmu atau pengetahuan ilmiah merupakan salah satu jenis pengetahuan dalam kehidupan manusia. Ilmu adalah pengetahuan sistematis dan taat asas tentang suatu obyek tertentu, yaitu gejala alamiah, gejala sosial, dan gejala budaya. Gejala-gejala tersebut relative konkrit, dalam arti dapat diamati dan dapat diukur.
Apabila disusun ciri gejala yang dikaji mulai dari yang konkrit sampai yang abstrak, maka rumpun dan disiplin ilmu tersusun secara hierarkis, mulai dari fisika, kimia, biologi; kemudian ilmu social dan ilmu hukum; sampai falsafah dan ilmu agama[8].
Ilmu agama Islam merupakan bagian dari rumpun ilmu-ilmu budaya dan ilmu-ilmu social. ‘Ulumul Qur’an, ‘Ulumul Hadits, ilmu kalam, ilmu ushul fiqh,ilmu fiqh dan sejenisnya masuk dalam rumpun ilmu budaya (humaniora) yang bersifat ideal dan normative. Sejarah peradaban Islam, ilmu pendidikan Islam dan ilmu dakwah masuk dalam rumpun ilmu-ilmu social yang sifatnya aktual dan empiris. Juga terdapat disiplin ilmu lain yang berkembang terutama dalam rumpun ilmu-ilmu alamiah, antara lain astronomi dan geologi[9].
Perintah menuntut ilmu dalam Alqur’an dan hadits mendorong kaum muslimin pada abad pertama hijrah untuk menerjemahkan berbagai buku dari bahasa Yunani, Persia, India, dan China ke dalam bahasa Arab. Kemudian para filsuf muslim mengklasifikasi ilmu-ilmu tersebut secara sistematis. Ini menjadi dasar bagi para ilmuwan muslim untuk mengembangkan sains, terutama ilmu pengetahuan alam dan ilmu alatnya (matematika dan logika).
Nurcholis Madjid menjelaskan tentang hubungan organik antara iman dan ilmu Islam. Menurutnya, ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami alam raya ciptaan-Nya, sebagai manifestasi atau penyingkapan tabir akan rahasia-Nya[10]. Sejalan dengan argument ini juga dijelaskan oleh Ibnu Rusyd, seorang filosof muslim, dalam makalahnya “Fashl al-maqal wa Taqrir ma Bain al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal”, bahwa antara iman dan ilmu tidak terpisahkan, meskipun dapat dibedakan. Dikatakan demikian karenaiman tidak saja mendorong bahkan juga menghasilkan ilmu serta membimbing ilmu dalam pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya. Ilmu juga berbeda dari iman karena ilmu bersandar pada observasi terhadap alam dan disusun melalui proses penalaran rasional (berpikir), sedangkan iman bersandar pada sikap membenarkan atau mendukung pembenaran berita yang dibawa oleh pembawa berita, yaitu nabi, yang menyampaikan berita tersebut kepada umat manusia selaku utusan Allah (Rasul)[11].
B. Tasawuf dalam Hierarki Ilmu-Ilmu Islam
Ilmu tasawuf yang merupakan ilmu hukum Islam yang dikembangkan dari keaslian konsep dasar keislaman dan tentu saja bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Ibn Khaldun berpendapat bahwailmu-ilmu hikmah dan filsafat yang diperoleh dari akal manusia yang diajarkan dan ditransformasikan dan bersumber dari syariat Islam. Ia mengaggap tasawuf adalah salah satu dari beragam ilmu syariah. Pendapat Al-Ghazali, menurut cara memperoleh ilmu, ilmu dibagi atas dua yaitu ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai.
Dari aspek pembahasan, akan nada empat pokok persoalan. Pertama tentang mujahadah, zauq, intropeksi diri dan tingkatan-tingkatan spiritual. Kedua, penyingkapan spiritual dan hakikat-hakikat alam gaib. Ketiga, keramat wali. Keempat, istilah-istilah kaum sufi yang dianggap pasca mabuk spiritual. Menurut Ibn Khaldun banyak fukaha yang menolak ajaran sufi tentang tasawuf.
Aliran tasawuf terbagi menjadi dua yaitu tasawuf sunni dan falsafi. Tasawuf sunni memagari pengikutnya dengan Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan tasawuf falsafi cenderung dengan ungkapan-ungkapan ganjil yang memadukan antara visi mistis dan visi rasional.
C.Pengertian Agama dan Islam
Menurut Prof. Dr. Mahmud Abdullah Darraz, “ad-Dien (agama) adalah keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat - atau beberapa dzat ghaib - yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia. Keyakinannya ini memotivasi manusia untuk memuja dzat tersebut dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan pengagungan”[12].
Dalam buku Metodologi Studi Agama, istilah dien mencakup arti “keberhutangan, ketundukan, kekuatan yang mengadili, dan kecenderungan alami”. Istilah ini berhubungan erat dengan beberapa istilah lain yang memiliki akar kata yang sama, yaitu dana, atau kondisi memiliki hutang. Manusia memiliki hutang yang tak terhingga kepada sang pencipta berupa keseluruhan eksistensi. Dengan demikian, agama tidak lain adalah keseluruhan proses pemberadaban manusia, maddana, yang akan menghasilkan kebudayaan, tamaddun[13].
Para ulama mendefinisikan ad-Dien dengan mengatakan, “Ad-Dien adalah peraturan Ilahi yang mengatur orang-orang yang memiliki akal sehat secara sukarela kepada kebaikan hidup di dunia dan keberuntungan di akhirat”.
Definisi ini mencakup untuk semua agama, baik yang berdiri atas kemusyrikan ataupun keberhalaan. Alqur’an telah menamakan Islam sebagai dien, sebagaiman firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 85:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴿۸۵﴾
Artinya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [14]
Pentingnya agama itu dinamakanIslam, karena menunjukkan hakekat dan esensi agama tersebut. Arti kata Islam adalah “masuk dalam perdamaian” dan seorang muslim adalah “orang yang membuat perdamaian dengan Tuhan dan manusia”. Damai dengan Tuhan berarti tunduk dan patuh secara menyeluruh kepada kehendak-Nya, dan damai dengan manusia tidak hanya berarti meninggalkan pekerjaan jelek dan menyakitkan orang lain, tapi juga berbuat baik kepada orang lain. Kedua makna ini merupakan esensi dari agama Islam. Alqur’an menyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 112:
بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ﴿١۱۲﴾
Artinya: “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Islam pada asasnya adalah agama perdamaian dan ajaran pokoknya adalah keesaan Tuhan dan keesaan seantero umat manusia. Agama Islam juga mencakup semua ajaran agama yang diwahyukan oleh Allah di dunia ini, sebagaimana kitab suci Alqur’an yang merupakan himpunan dari semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah di duna ini[15].
Sesungguhnya kebutuhan manusia terhadap agamapada umumnya dan kepada Islam pada khususnya, bukan hanya kebutuhan sekunder ataupun sampingan, melainkan ia adalah sesuatu kebutuhan dasar dan primer yang berhubungan erat dengan substansi kehidupan, misteri alam wujud dan hati nurani manusia yang paling dalam.
Islam adalah sistem yang moderat dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada akal bahkan mengajaknya untuk menganalisa dan berpikir. Islam juga bertumpu pada akal untuk menetapkan dua hakikat terbesar dalam alam wujud yakni wujudillah dan kebenaran dakwah nabi. Islam juga percaya pada wahyu sebagai penyempurna akal dan penolong tatkala ia tersesat dan dikendalikan oleh nafsu. Wahyu merupakan petunjuk bagi akal manusia kepada sesuatu yang bukan spesialisasinya dan diluar kemampuannya dari hal-hal yang ghaib, berita-berita dari langit serta cara-cara beribadah kepada Allah SWT[16].
D.Klasifikasi Ilmu Keislaman
Menurut Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Alqur’an”[17], Alqur’an menggunakan kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali, salah satunya sebagai “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan” (QS. Al-Baqarah ayat 31-32).
Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi dan ragam disiplinnya. Saat ini, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Alqur’an mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika.
Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filosof (muslim/ non muslim) pada masa-masa silam, para pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua kategori:
1)Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan kepada wahyu Ilahi yang tertera dalam Alqur’an dan Hadits serta segala yang dapat diambil dari keduanya.
2)Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antar budaya selama ida bertentangan denga syari’ah sebagai sumber nilai.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dari sudut normative Islam adalah wahyu yang bersifat mutlak (absolute), sehingga kepadanya tidak dapat diberlakukan paradigma ilmu pengetahuan yang sifatnya nisbi (relative). Jadi sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dan subyektif. Jika dilihat dari sudut historis, yaitu Islam dalam arti yang dipraktekkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman atau studi Islam.
Ilmu keislaman merupakan ilmu yang berhubungan tentang segala hal yang bertalian dengan agama Islam. Ilmu ini telah dirumuskan sekitar abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah atau abad ke-8, 9, dan 10 Masehi. Pada abad tersebut keilmuan memperoleh kemajuan yang luar biasa, lahirnya sejumlah ahli-ahli di bidang ilmu keislamanmemperlihatkan ramainya pembahasan ilmiah dibidang ini. Pada periode ini telah muncul para mujtahid besar yang mungkin tidak dapat ditandingi mujtahid periode manapun.
Berdasarkan sejarah perkembangan tersebut, ilmu-ilmu keislaman dapat diklasifikasikan sebagaimana yang dikelompokkan oleh Harun Nasution berikut ini[18]:
a)Kelompok dasar, meliputi: tafsir, hadits, aqidah/ ilmu kalam, filsafat Islam, tasawuf, tarekat, perbandingan agama, serta perkembangan modern dalam ilmu-ilmu tafsir, hadits, ilmu kalam dan filsafat.
b)Kelompok cabang, meliputi:
1.Ajaran yang mengatur masyarakat, terdiri dari ushul fiqh, fikih muamalah, fikih ibadah, fikih siyasah, peradilan, dan perkembangan modern.
2.Peradaban Islam, mencakup:
ØSejarah Islam, termasuk didalamnya sejarah politik, ekonomi, administrasi, kemiliteran, kepolisian, dan lain-lain.
ØSejarah pemikiran Islam meliputi ilmu kalam, filsafat dan tasawuf.
ØSains Islam
ØBudaya Islam, meliputi arsitektur, kaligrafi, seni lukis, seni tari, musik, dan lain-lain.
ØStudi kewilayahan Islam.
3.Bahasa-bahasa dan sastra Islam terutama bahasa dan sastra Arab.
4.Pengajaran Islam kepada anak didik, mencakup ilmu pendidikan Islam, filsafat pendidikan Islam, sejarah pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam, dan perkembangan modern dalam pendidikan Islam.
5.Penyiaran Islam, mencakup sejarah dakwah, metode dakwah, materi dakwah, perkembangan modern dalam dakwah Islam, dan lain sebagainya.
Tabel 1. Klasifikasi ilmu-ilmu keislaman
No.Kelompok dasar. Kelompok cabang
1. Tafsir. Ushul fiqh
2. Hadits. Fikih muamalah
3.Aqidah/ ilmu kalam. Fikih siyasah
4.Filsafat islam. Peradilan
5.Akhlak. Perkembangan modern
6.Perbandingan agama Peradaban Islam
7.Bahasa dan sastra arab
8.Pendidikan Islam
9.Dakwah Islam
Ditinjau dari segi pembidangan atau klasifikasi, kelompok dasar dan cabang di atas maka dibagi menjadi bidang-bidang berikut[19]:
1.Sumber ajaran Islam, mencakup ilmu Alqur’an, tafsir, hadits, dan pembaharuan dalam bidang tersebut.
2.Pemikiran dasar Islam, mencakup ilmu kalam, filsafat, tasawuf dan tarekat, perbandingan agama, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
3.Pranata sosial, mencakup ushul fikih ekonomi, dan pranata-paranata bidang sosal lainnya, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
4.Sejarah dan peradaban Islam, mencakup sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah administrasi, sejarah kemiliteran, sejarah pemikiran Islam, budaya Islam dan studi kewilayahan Islam, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
5.Bahasa dan sastra Islam, mencakup sastra dan bahasa Arab serta pembaharuan dibidang ini.
6.Pendidikan Islam
7.Dakwah Islam
8.Perkembangan modern dalam Islam/ pembaharuan dalam berbagai disiplin ilmu, mencakup bidang-bidang sumber pemikiran dasar, pranata social, pendidikan, dakwah, sejarah, peradaban, serta bahasa dan sastra.
Para filosofi muslim membagi ilmu kepada ilmu yang berguna dan yang tak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi,logika, etika, dan bersama disiplin yang khusus mengenai ilmu keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum yang menggunakan bilangan) dimasukkan dalam kategori ilmu yang tidak berguna. Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofi ke dalam beberapa wilayah seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, yurispudensi dan teologi dialeksis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fikih langsung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik.
Al-Ghazali membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah (wahyu)dan ilmu aqliyyah. Dr. Muhammad Al- Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya, yaitu ilmu yang bersumber dari Tuhan dan ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu ilmu qadim dan ilmu hadis (baru). Ilmu qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadis yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya[20].
Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah (wahyu)dan ilmu aqliyyah[21]:
I.Ilmu syar’iyyah
1.Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul), meliputi:
a.Ilmu tentang keesaan tuhan (al-tauhid)
b.Ilmu tentang kenabian
c.Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
d.Ilmu tentang sumber pengetahuan religius, yaitu Alqur’an dan Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat), dan ilmu-ilmu pelengkap yang terdiri dari ilmu qur’an, ilmu riwayat al-hadits, ilmu ushul fiqh, dan biografi para tokoh.
2.Ilmu tentang cabang-cabang (Furu’)
a.Ilmu tentang kewajiban manusia dengan Tuhan (ibadah)
b.Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat
c.Ilmu tentang kewajiban manusia jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
II.Ilmu Aqliyyah
1.Matematika, mencakup aritmatika, geometri, astronomi, astrologi dan music
2.Logika
3.Fisika/ilmu alam, mencakup kedokteran, meteorology, minerologi, kimia
4.Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika.
Demikian sekilas penjelasan tentang ilmu-ilmu dalam Islam, baik dalam sejarah pemikirannya, maupu wacana yang berkembang bahwa ilmu Islam tidak lepas dari wawasan Allah SWT yang merupakan sumber pengetahuan, meski kemudian mengalami penyikapan-penyikapan ilmiah yang berbeda-beda dari para filosof dan ilmuan muslim yang masing-masing memiliki corak dan bentuk yang berbeda, karena adanya perbedaan dalam hal penekanan penerapan metodologis-filosofis yang berbeda pula.
E.Hubungan Antara Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Keislaman Lainnya
Penggunaan akal sangat besar pengaruhnya dalam membahas masalah-masalah keagamaan dalam Islam, yang tidak hanya dijumpai dalam filsafat Islam tapi juga ada dalam bidang ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh, dan sains.
Berikut akan dijelaskan masing-masing hubungan antara ilmu-ilmu tersebut[22]:
1.Hubungan Filsafat Islam dan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan salah satu ilmu keislaman yang timbul dari hasil diskusi umat Islam dalam merumuskan aqidah Islam dengan menggunakan dalil akal dan filsafat. Ilmu kalam seperti halnya filsafat Islam dipengaruhi oleh filsafat Yunani tapi sumber pokoknya tetap pada nash-nash agama. Namun demikian, dalam kenyataannya ilmu kalam lahir dri masalah Islam sendiri, sedangkan cara pemecahannya yang hanya terpengaruh dari filsafat.
2.Hubungan Filsafat Islam dan Tasawuf
Tasawuf merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara dan jalan bagaimana seorang Islam berada sedekat mungkin dengan Allah SWT[23]. Menurut Al-‘Iraqy, tasawuf dalam Islam baik yang sunni maupun yang falsafi termasuk kedalam lingkup filsafat Islam secara umum. Tapi kedua ilmu ini memiliki perbedaan yakni dari segi objek dan metodenya, misalnya: objek filsafat membahas segala yang ada (al maujudat) baik yang fisika maupun metafisika (termasuk Allah SWT), alam dan manusia yang meliputi tingkah laku, akhlak dan politik, sementara objek tasawuf pada dasarnya mengenal Allah baik denga beribadah maupun dengan jalan ilham ataupun intuisi.
3.Hubungan Filsafat Islam dengan Ushul Fiqh
Ushul fiqh merupakan pengetahuan tentang kaidah dan bahasa yang dijadikan acuan dalam menetapkan hukum syari’at mengenai perbuatan manusia berdasarkan dalil-dalil secara detail[24]. Atau dengan kata lain ushul fiqh adalah ilmu tentang dasar-dasar hukum dalam Islam.penyusun disiplin ilmu Ushul fiqh pertama kali adalah Imam Syafi’i dengan bukunya yang berjudul Ar-Risalat. Ushul fiqh menggunakan pemikiran filosofis dalam menetapkan hukum syari’at, yang bahkan cenderung mengikuti ilmu logika dengan cara memberikan definisi-definisi terlebih dahulu. Walaupun demikian, kedua ilmu ini memiliki perbedaan juga, ushul fiqh secara khusus adalah ilmu yang berdiri atas dasar agama, sedangkan objeknya menetapkan dalil bagi hukum dan menetapkan hukum bagi dalil.
4.Hubungan Filsafat Islam dan Sains
Seperti yang diketahui, filsafat merupakan satu ilmu yang mencakup seluruh lapangan ilmu pengetahuan baik yang teoritas maupun yang praktis. Ini dapat dibuktikan dalam temuan-temuan yang dihasilkan oleh filosof-filosof Islam sendiri, seperti Al-Kindi ahli ilmu pasti dan ahli falak yang terkenal, Ibnu Sina dengan kedokterannya yang menyusun Kitab al-Qanun yang menjadi rujukan baik di barat dan di timur, juga ilmuan-ilmuan lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap filosof adalah ilmuan, karena setiap filsafat berdiri atas dasar ilmu pasti dan ilmu alam, tetapi tidak semua ilmuan itu filosof.
Pada masa peradaban Islam mencapai kejayaannya, saaat itu filsafat, sains, dan agama bergabung menjadi satu sehingga saling mempengaruhi, tapi setelah abad ke-6 H orang-orang di masa ni telah merasa puas dengan membahas dan mengulas masalah-masalah filsafat saja tanpa berpijak pada dasar ilmu yang melandasinya (ilmu pasti dan ilmu alam). Akhirnya terputuslah hubungan antara filsafat dan sains. Kemudian hubungan kedua ilmu ini kembali lagi setelah Timur kembali mengambil sains.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu.
Islam adalah sistemyang moderat dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada akal bahkan mengajaknya untuk menganalisa dan berpikir.
Ilmu keislaman merupakan ilmu yang berhubungan tentang segala hal yang bertalian dengan agama Islam. Ilmu ini muncul sekitar abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah atau abad ke-8, 9, dan 10 Masehi.
Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985, bahwa yangtermasuk disiplin ilmu keislaman adalah Alqur’an/ tafsir, hadits/ ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum Islam (Fiqh), sejarah dan kebudayaan Islam, serta pendidikan Islam
Para ilmuan berbeda-beda dalam mengklasifikasi ilmu, ada yang berdasarkan dari segi sejarah, segi pembidangan atau klasifikasi, ilmu yang berguna dan yang tak berguna, dari segi syar’iyyah dan aqliyyah, dan ada juga dari segi sumbernya.
Penggunaan akal sangat besar pengaruhnya dalam membahas masalah-masalah keagamaan dalam Islam, yang tidak hanya dijumpai dalam filsafat Islam tapi juga ada dalam bidang ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh, dan sains.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Edisi Revisi , Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Abd. Al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Jakarta: al-Majlis al-a’ala Indonesia lil al-Da’wat al-Islamiyyat, 1972.
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Bisri M. Djaelani, Ensklopedi Islam, cet. I ,Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007.
Abdullah, Nur Syamsiah, dan Syarif Hidayatullah, Makalah Kajian-kajian Keislaman, situs:
Ja’far, Gerbang Tasawuf Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, Perdana Publishing, Medan, 2016.
Kamis, 16 Maret 2017
Refisi Definisi dan Tujuan Tasawuf
Definisi dan Tujuan Tasawuf
Dsampaikan pada mata kuliah: Akhlak Tasawuf pada hari, Kamis 16 maret2017
Disusun oleh:
Nama: Irmawati Koto
Nim. : 0705163048
Prodi: Fisika 2
Fakultas Saintek dan Teknologi Prodi Fisika Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
TA2016 / 2017
BAB I
Pendahuluan
Di dalam islam akhlak da tasawuf banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur'an dan Hadis, sumber tersebut merupakan batasan dalam tindakan kita sehari-hari, sehingga dalam jiwa ini benar-benar menggunakan akhlak dan tasawuf untuk mempermudah kita melakukan suatu ibadah.
Akhlak dan tasawuf ini akan mengarahkan kita ke jalan yang benar yaitu jalan untuk menyucikan jiwa. Akhlak dan tasawuf itu juga dapat digunakan untuk mempermudah kita melakukan suatu ibadah. Tetapi pada zaman sekarang ini sudah banyak manusia yang tidak menggunakan akhlaknya terutama pada golongan orang-orang muda. Untuk itu marilah kita mengupas tentang akhlak dan tasawuf.
Tasawuf dan Islam tidak dapat dipisahkan, tasawuf sebagai ilmu keislaman yaitu hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu lainnya, mempelajari ilmu tasawuf adalah penting, telah diketahui bahwa dahulu waktu kerasulan Nabi Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan sejarah mencatat bahwa factor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima.
Tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan, yang berarti ibadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya., Ketika tidak mampu demikian, maka harus didasari bahwa Dia melihat dari kita, adalah kualitas penghayatan dari seseorang terhadap agamanya. Dengan demikian tasawuf sebagaimana mistisme pada umumnya, bertujuan membangun dorongan-dorongan yang terdalam pada diri manusia. Yaitu dorongan-dorongan mewujudkan diri sebagai makhluk, yang secara hakiki adalah bersifat spiritual dan kekal.
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Tasawuf
A.Definisi Tasawuf
Dalam kitab Kasyf al-Mahjub, al Hujwiri telah menjelaskan asal usul tasawuf.Pertama, istilah tasawuf berasal dari kata al-shuf yaitu wol.Disebut sufi karena kaum sufi mengenakan jubah yang terbuat dari bulu domba.Kedua, istilah tasawuf berasal dari kata al- shaf, yaitu barisan pertama, yang berarti bahwa kaum sufi berada pada barisan pertama di depan Tuhan, karena besarnya keinginan mereka terhadap tuhan, kecenderungan hati mereka terhadapnya dan tinggalnya bagian-bagian rahasia dalam diri mereka dihadapannya.Ketiga, istilah tasawuf berasal dari kata ahl al -shuffah karena para sufi mengaku sebagai golongan ahl al-shuffah yang diridhai Allah.Mereka disebut sufi karena sifat-sifat mereka menyamai sifat orang-orang yang tinggal di serambi mekkah yang hidup pada masa nabi Muhammad Saw.Keempat, istilah tasawuf berasal dari kata al -shafa yang artinya kesucian, sebagai makna bahwa para sufi telah mensucikan akhlak mereka dari noda-noda bawaan, dan karena kemurnian hati dan kebersihan tindakan mereka.Kaum sufi menjaga moral dan mensucikan diri mereka dari kejahatan dan keinginan duniawi, sebab itulah mereka disebut sufi. [1].
Menurut 'Abd al-Qadir al Jailani yang cukup dikenal sebagai pendiri tarekat Qadiriyah menyatakan bahwa seseorang dikatakan sebagai sufi karena tiga alasan.Pertama, terjadinya proses penjernihan terhadap hati mereka berkat cahaya makrifat.Kedua, ia dinisbahkan kepada ashhab al-shuffah, yakni para sahabat yang meninggalkan segala sesuatu karena cinta kepada Allah dan rasulnya.Ketiga, ia memakai shuf (pakaian dari bulu), dimana untuk sufi tingkat pemula mengenakan pakaian dari bulu domba, sedangkan untuk sufi tingkat pertengahan bulu mir'izza (bulu halus kambing). Al-Jailani menambahkan bahwa kata tashawwuf terdiri atas empat huruf, yakni ta ', shad, waw, dan fa'.Kata ta' berarti tambah, kata shad berarti shafa ', kata waw berarti wilayah (kewalian), dan kata fa' berarti fana 'fi Allah. [2]
Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy mengatakan: [3]
التسوف هو علم يعرف به احوال النفس محمودها ومذمومها وكيفية تطهيرها من المذموم منها وتحليتها بالاتصاف بمحمودها وكيفية السلوك والسير الى الله تعالى والنرار اليه
Artinya: Tashawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkan diri yang buruk dan mengisinya dengan yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya) .
Menurut As-Suhrawardy mengemukakah pendapat Ma'ruf Al-Karakhy, Tasawuf adalah mencari fakta dan meninggalkan sesuatu yang ada di tangan makhluk (kesenangan duniawi).
Jadi dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan menyucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan tercel
Definisi tasawuf secara terminologis adalah ,: [4]
a.Menurut 'Amir bin Usman Al-Makki. Ia pernah berkata,
أن يكون العبد فى كل وقت بما هوأولى فى الوقت
Artnya: "(Tasawuf) adalah melakukan sesuatu yang terbaik di setap saat."
b.Menurut Al-Junaidi. Ia mendefinisikn, "Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan makhluk, berjuang melepaskan pengaruh budi yang asli [instink] kita, menghapus sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, tergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang-barang penting dan terlebih permanen, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang janji dengan Allah dalam hal fakta, dan mengkuti contoh Rosulullah dalam hal syariat.
c.Menurut Al- kanany, menytakan bahwa tasawuf adalah,
التصوف خلق فمن زاد عليك فى الخلق زاد عليك فى الصفاء
"Tasawuf adalah akhlak mulia barang siapa yang bertambah baik ahlaknya, maka bertambah pula kejernihan hatinya." (Dalam al-Qusyairi, 1940: 139).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, tasawuf adalah:
Tasawuf merupakan salah satu bidang study islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang dapat menimbulkan akhlak mulia.
a. Masa Tabi'in: ada istilah Nussak, yaitu orang-orang yang menyediakan dirinya untuk beribadah kepada Allah. Tokohnya Hasan Basri yang benar-benar mempraktekkan tasawuf.
b. Istilah tasawuf muncul pada abad ke-2 H yang digunakan oleh Abu Hasyim
c. Abad ke-3 H muncul tasawuf yang menonjolkan pemikiran eksklusif seperti Al-Jaliaj
d. Pada abad ke-5 H muncul Al-Ghazali yang mendasarkan tasawuf pada Al-Qur'an dan Hadis
e. Abad ke-6 H berkembang tarekat-tarekat untuk melatih dan mendidik para murid seperti yang dilakukan oleh Sayid Ahmad Rifa'i dan Sayid Abdul Qadir Jaelani. [5]
B.Tasawuf dalam Hierarki Ilmu-ilmu Islam
Dalam tradisi intelektual Islam, para ulama telah membuat klasifikasi ilmu berdasarkan sudut pandang Islam.Diantara mereka, pendapat Ibn Khaldun cukup penting diutarakan.Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi dua jenis.Pertama, ilmu-ilmu hikmah dan filsafat yang diperoleh dengan akal manusia , dan ilmu yang diajarkan dan di transformasi kan yang bersumber kepada syariat islam .Ibn Khaldun mengategorikan tasawuf sebagai salah satu dari beragam ilmu ilmu syariah. [6]
Ibn Khaldun telah mengulas tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu dalam kita Muqaddimahnya.Dari aspek sumber, tasawuf sebagai salah satu dari ilmu syariah, menurut Ibn Khaldun, bersumber dari syariat yakni Alquran dan Hadis, dan akal tidak memiliki peran dalam ilmu ilmu syariah kecuali menarik kesimpulan dari kaidah-kaidah utama untuk cabang-cabang permasalahannya.
Dari aspek pembahasan, tasawuf membicarakan empat pohon persoalan.Pertama, pembahasan tentang mujahadah, zauq, intropeksi diri, dan tingkatan tingkatan spiritual .Kedua, penting kapan spiritual dan fakta-fakta alam gaib.Ketiga, keramat wali.Keempat, istilah-istilah kaum sufi yang diungkap pasca mabuk spiritual.Menurut Ibn Khalbun, kebanyakan fukaha menolak ajaran kaum sufi tentang tasawuf. [7]
Penolakan tidak serta merta ditujukan kepada semua jenis tasawuf.Menurut al-Taftazani, dari abad ketiga sampai abad keempat hijriah, aliran tasawuf terbagi menjadi dua.Pertama, tasawuf sunni, yaitu aliran yang memagari pengikutnya dengan alquran dan hadis serta mengaitkan ajaran mereka, terutama kondisi dan tingkatan rohani mereka, dengan kedua sumber ajaran islam tersebut.Diantara sufi yang termasuk dalam kelompok ini adalah Abu Hamid al-Ghazali.Kedua, tasawuf falsafi, yaitu aliran yang cenderung kepada ungkapan - ungkapan aneh, memadukan antara visi mistis dan visi rasional dan banyak menggunakan terminologi filosofi, bahkan dipengaruhi banyak ajaran filsafat. [8]
2. Tujuan Tasawuf
Tujuan tasawuf tersebut tidak dapat dilepaskan dari tujuan hidup manusia sebagaimana dijelaskan dalam ajaran islam. Alquran menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan suatu tujuan tertentu seperti syahadah, ibadah khalifah, dan hasanah.Dalam shahih al-Bukhori dan Shahih Muslim, disebutkan hadis tentang al-islam, al-iman, dan al-ihsan.Hadis tersebut menjelaskan bahwa ketiga istilahnya membentuk suatu hierarki beragama.Seorang muslim tidak saja dituntut untuk menjalankan al islam, dan al imran, tetapi juga merealisasikan al ihsan sebagai hirarki paling tinggi.Jadi, alquran dan hadis menghendaki umat islam dapat memantapkan ketauhidan dan ibadah dalam kerangka al ihsan, dan mengimplementasikan tugas sebagai khalifah nya dimuka bumi ini demi kebaikan dunia maupun akhirat.
Para sufi telah merumuskan tujuan dari tasawuf .Sekedar pemetaan, Ibn Khaldun menjelaskan bahwa puncak perjalanan spiritual para penempuh jalan tasawuf setelah melewati beragam tingkatan spiritual adalah kemantapan tauhid dan makrifat. [9] Karya-karya para sufi menguatkan pernyataan tersebut.Seperti disebut al-Qusyairi, Ruwaini bin Ahmad pernah menyatakan bahwa kewajiban pertama dari Allah kepada hambanya adalah makrifat sebagaimana disebut dalam Q S.al -Zariyat: 51/56 bahwa jin dan manusia diciptakan untuk liya 'Budun yang diartikan Ibn Abbas sebagai li'ya'rifun.
Dua sumber ajaran agama islam, alquran dan hadis memberikan sinyal kuat bahwa manusia berpotensi untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, bertauhid dan bermakrifat Kepada nya.QSal-Baqarah / 2: 186, Allah Swt.berfirman:
"Dan apabila hamba hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwa Aku dekat.Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaku dan hendaklah mereka beriman kepadaku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dalam QSQaf / 50: 16, Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa:
"Dari abi hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw.bersabda bahwa allah Swt berkata" Aku menurut keyakinan hambaku kepadaku, dan aku bersamanya jika ia mengingatku.Jika ia mengingatku didalam dirinya, maka aku akan mengingatnya di dalam diriku.Jika dia mengingatku di dalam suatu kelompok, maka aku mengingatnya didalam suatu kelompok yang lebih baik darinya.Jika ia mendekatiku sejengkal, maka aku mendekatinya satu lengan.Jika ia mendekatiku satu lengan, maka aku akan mendekatinya satu depan.Jika ia mendekati ku berjalan, maka aku mendekatinya dengan berlari. "
pendapat kaum sufi tentang makna ketauhidan sebagai tujuan utama dari mazhab tasawuf dapat dilihat dari pendapat mereka tentang tingkatan tertinggi yang mungkin dicapai oleh seorang sufi.Mereka melahirkan sejumlah teori tentang al malam tertinggi tersebut sebagai dampak dati perbedaan mazhab, yakni tasawuf akhlaki / amali dan tasawuf falsafi .Mayoritas sufi dari kalangan Suni menegaskan bahwa al maqqam tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang sufi hanyalah tingkatan rida. [10]
- Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy tujuan tasawuf meliputi:
a. ilmu Syariah
b. ilmu Thariqah
c. ilmu Haqiqah
d. ilmu Ma'rifah
- Menurut Ma'ruf Al-Karakhy tujuan tasawuf adalah mencari kebenaran yang hakiki dengan cara meninggalkan kesenangan duniawi.
Pada dasarnya hakikat Tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melalui penyucian diri dan perbuatan-perbuatan (amaliyah) Islam. Oleh karena itu, beberapa tujuan Tasawuf adalah Ma'rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas). Inti sari ajaran Tasawuf bertujuan memperoleh hubungan langsung dengan Allah SWT. Sehingga seseorang akan merasa berada di hadirat-Nya.
Tasawuf memliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqorrub kepada Allah SWT. Namun, Tasawuf tidak bisa melanggar apa-apa ynag telah jelas diatur dalam Al-Qur'an dan As-sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilakukan,
Mustafa Zuhri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, adalah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci dan bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.
Ada beberapa peran Tasawuf dalam kehidupan modern, antara lain:
aMenjadikan manusia berkepribadian yang saleh dan berakhlak baik
b.Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c.Sebagai obat mengatasi krisis kerohanian manusia (dekadensi moral).
BAB III
PENUTUP
kesimpulan
Tasawuf merupakan salah satu bidang study islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang dapat menimbulkan akhlak mulia.
Kemudian obyek penelitian tasawuf adalah hati atau jiwa manusia, pembahasan tasawuf lebih banyak menekankan pada masalah jiwa manusia secara immateral.l
Manfaat Tasawuf adalah membersihkan hati agar sampai kepada Ma'rifat Allah SWT. Sebagai Ma'rifat yang sempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapatkan keridlaan Allah SWT. Dan mendapat kebahagiaan abadi
Daftar Pustaka
1.Jafar, Gerbang Tasawuf (Perdana Publishing, 2016), h.18.
2.Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Erlangga, 2006), h.122
3.Abi Nashr 'Abd Allah ibn Ali al-Sarraj al-Thusi, al-Luma fi Tarijh Tashawwuf al-islam (Beirut: Dar Kutub Ilmiyah, 2001), h.40.Al-Thusi.
4.Alba Cecep, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi esoteris Ajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012Daftar.
5.Nasution, Harun, Filsafat dan Mistimisme dalam islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983)
6.Munir Samsul Amir, Ilmu tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2012), H.4.
7.Abu al-Najib al Suhrawardi, Adab al-muridin (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 2005), h.23
8.Ibid., H.57.
9.Abu al-Najib al Suhrawardi, Adab al-Muridin.h.23.
10Al-Qusyairi, Risalah al Qusyairiyyah, h.89-390.
Dsampaikan pada mata kuliah: Akhlak Tasawuf pada hari, Kamis 16 maret2017
Disusun oleh:
Nama: Irmawati Koto
Nim. : 0705163048
Prodi: Fisika 2
Fakultas Saintek dan Teknologi Prodi Fisika Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
TA2016 / 2017
BAB I
Pendahuluan
Di dalam islam akhlak da tasawuf banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur'an dan Hadis, sumber tersebut merupakan batasan dalam tindakan kita sehari-hari, sehingga dalam jiwa ini benar-benar menggunakan akhlak dan tasawuf untuk mempermudah kita melakukan suatu ibadah.
Akhlak dan tasawuf ini akan mengarahkan kita ke jalan yang benar yaitu jalan untuk menyucikan jiwa. Akhlak dan tasawuf itu juga dapat digunakan untuk mempermudah kita melakukan suatu ibadah. Tetapi pada zaman sekarang ini sudah banyak manusia yang tidak menggunakan akhlaknya terutama pada golongan orang-orang muda. Untuk itu marilah kita mengupas tentang akhlak dan tasawuf.
Tasawuf dan Islam tidak dapat dipisahkan, tasawuf sebagai ilmu keislaman yaitu hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu lainnya, mempelajari ilmu tasawuf adalah penting, telah diketahui bahwa dahulu waktu kerasulan Nabi Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan sejarah mencatat bahwa factor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima.
Tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan, yang berarti ibadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya., Ketika tidak mampu demikian, maka harus didasari bahwa Dia melihat dari kita, adalah kualitas penghayatan dari seseorang terhadap agamanya. Dengan demikian tasawuf sebagaimana mistisme pada umumnya, bertujuan membangun dorongan-dorongan yang terdalam pada diri manusia. Yaitu dorongan-dorongan mewujudkan diri sebagai makhluk, yang secara hakiki adalah bersifat spiritual dan kekal.
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Tasawuf
A.Definisi Tasawuf
Dalam kitab Kasyf al-Mahjub, al Hujwiri telah menjelaskan asal usul tasawuf.Pertama, istilah tasawuf berasal dari kata al-shuf yaitu wol.Disebut sufi karena kaum sufi mengenakan jubah yang terbuat dari bulu domba.Kedua, istilah tasawuf berasal dari kata al- shaf, yaitu barisan pertama, yang berarti bahwa kaum sufi berada pada barisan pertama di depan Tuhan, karena besarnya keinginan mereka terhadap tuhan, kecenderungan hati mereka terhadapnya dan tinggalnya bagian-bagian rahasia dalam diri mereka dihadapannya.Ketiga, istilah tasawuf berasal dari kata ahl al -shuffah karena para sufi mengaku sebagai golongan ahl al-shuffah yang diridhai Allah.Mereka disebut sufi karena sifat-sifat mereka menyamai sifat orang-orang yang tinggal di serambi mekkah yang hidup pada masa nabi Muhammad Saw.Keempat, istilah tasawuf berasal dari kata al -shafa yang artinya kesucian, sebagai makna bahwa para sufi telah mensucikan akhlak mereka dari noda-noda bawaan, dan karena kemurnian hati dan kebersihan tindakan mereka.Kaum sufi menjaga moral dan mensucikan diri mereka dari kejahatan dan keinginan duniawi, sebab itulah mereka disebut sufi. [1].
Menurut 'Abd al-Qadir al Jailani yang cukup dikenal sebagai pendiri tarekat Qadiriyah menyatakan bahwa seseorang dikatakan sebagai sufi karena tiga alasan.Pertama, terjadinya proses penjernihan terhadap hati mereka berkat cahaya makrifat.Kedua, ia dinisbahkan kepada ashhab al-shuffah, yakni para sahabat yang meninggalkan segala sesuatu karena cinta kepada Allah dan rasulnya.Ketiga, ia memakai shuf (pakaian dari bulu), dimana untuk sufi tingkat pemula mengenakan pakaian dari bulu domba, sedangkan untuk sufi tingkat pertengahan bulu mir'izza (bulu halus kambing). Al-Jailani menambahkan bahwa kata tashawwuf terdiri atas empat huruf, yakni ta ', shad, waw, dan fa'.Kata ta' berarti tambah, kata shad berarti shafa ', kata waw berarti wilayah (kewalian), dan kata fa' berarti fana 'fi Allah. [2]
Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy mengatakan: [3]
التسوف هو علم يعرف به احوال النفس محمودها ومذمومها وكيفية تطهيرها من المذموم منها وتحليتها بالاتصاف بمحمودها وكيفية السلوك والسير الى الله تعالى والنرار اليه
Artinya: Tashawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkan diri yang buruk dan mengisinya dengan yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya) .
Menurut As-Suhrawardy mengemukakah pendapat Ma'ruf Al-Karakhy, Tasawuf adalah mencari fakta dan meninggalkan sesuatu yang ada di tangan makhluk (kesenangan duniawi).
Jadi dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan menyucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan tercel
Definisi tasawuf secara terminologis adalah ,: [4]
a.Menurut 'Amir bin Usman Al-Makki. Ia pernah berkata,
أن يكون العبد فى كل وقت بما هوأولى فى الوقت
Artnya: "(Tasawuf) adalah melakukan sesuatu yang terbaik di setap saat."
b.Menurut Al-Junaidi. Ia mendefinisikn, "Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan makhluk, berjuang melepaskan pengaruh budi yang asli [instink] kita, menghapus sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, tergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang-barang penting dan terlebih permanen, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang janji dengan Allah dalam hal fakta, dan mengkuti contoh Rosulullah dalam hal syariat.
c.Menurut Al- kanany, menytakan bahwa tasawuf adalah,
التصوف خلق فمن زاد عليك فى الخلق زاد عليك فى الصفاء
"Tasawuf adalah akhlak mulia barang siapa yang bertambah baik ahlaknya, maka bertambah pula kejernihan hatinya." (Dalam al-Qusyairi, 1940: 139).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, tasawuf adalah:
Tasawuf merupakan salah satu bidang study islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang dapat menimbulkan akhlak mulia.
a. Masa Tabi'in: ada istilah Nussak, yaitu orang-orang yang menyediakan dirinya untuk beribadah kepada Allah. Tokohnya Hasan Basri yang benar-benar mempraktekkan tasawuf.
b. Istilah tasawuf muncul pada abad ke-2 H yang digunakan oleh Abu Hasyim
c. Abad ke-3 H muncul tasawuf yang menonjolkan pemikiran eksklusif seperti Al-Jaliaj
d. Pada abad ke-5 H muncul Al-Ghazali yang mendasarkan tasawuf pada Al-Qur'an dan Hadis
e. Abad ke-6 H berkembang tarekat-tarekat untuk melatih dan mendidik para murid seperti yang dilakukan oleh Sayid Ahmad Rifa'i dan Sayid Abdul Qadir Jaelani. [5]
B.Tasawuf dalam Hierarki Ilmu-ilmu Islam
Dalam tradisi intelektual Islam, para ulama telah membuat klasifikasi ilmu berdasarkan sudut pandang Islam.Diantara mereka, pendapat Ibn Khaldun cukup penting diutarakan.Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi dua jenis.Pertama, ilmu-ilmu hikmah dan filsafat yang diperoleh dengan akal manusia , dan ilmu yang diajarkan dan di transformasi kan yang bersumber kepada syariat islam .Ibn Khaldun mengategorikan tasawuf sebagai salah satu dari beragam ilmu ilmu syariah. [6]
Ibn Khaldun telah mengulas tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu dalam kita Muqaddimahnya.Dari aspek sumber, tasawuf sebagai salah satu dari ilmu syariah, menurut Ibn Khaldun, bersumber dari syariat yakni Alquran dan Hadis, dan akal tidak memiliki peran dalam ilmu ilmu syariah kecuali menarik kesimpulan dari kaidah-kaidah utama untuk cabang-cabang permasalahannya.
Dari aspek pembahasan, tasawuf membicarakan empat pohon persoalan.Pertama, pembahasan tentang mujahadah, zauq, intropeksi diri, dan tingkatan tingkatan spiritual .Kedua, penting kapan spiritual dan fakta-fakta alam gaib.Ketiga, keramat wali.Keempat, istilah-istilah kaum sufi yang diungkap pasca mabuk spiritual.Menurut Ibn Khalbun, kebanyakan fukaha menolak ajaran kaum sufi tentang tasawuf. [7]
Penolakan tidak serta merta ditujukan kepada semua jenis tasawuf.Menurut al-Taftazani, dari abad ketiga sampai abad keempat hijriah, aliran tasawuf terbagi menjadi dua.Pertama, tasawuf sunni, yaitu aliran yang memagari pengikutnya dengan alquran dan hadis serta mengaitkan ajaran mereka, terutama kondisi dan tingkatan rohani mereka, dengan kedua sumber ajaran islam tersebut.Diantara sufi yang termasuk dalam kelompok ini adalah Abu Hamid al-Ghazali.Kedua, tasawuf falsafi, yaitu aliran yang cenderung kepada ungkapan - ungkapan aneh, memadukan antara visi mistis dan visi rasional dan banyak menggunakan terminologi filosofi, bahkan dipengaruhi banyak ajaran filsafat. [8]
2. Tujuan Tasawuf
Tujuan tasawuf tersebut tidak dapat dilepaskan dari tujuan hidup manusia sebagaimana dijelaskan dalam ajaran islam. Alquran menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan suatu tujuan tertentu seperti syahadah, ibadah khalifah, dan hasanah.Dalam shahih al-Bukhori dan Shahih Muslim, disebutkan hadis tentang al-islam, al-iman, dan al-ihsan.Hadis tersebut menjelaskan bahwa ketiga istilahnya membentuk suatu hierarki beragama.Seorang muslim tidak saja dituntut untuk menjalankan al islam, dan al imran, tetapi juga merealisasikan al ihsan sebagai hirarki paling tinggi.Jadi, alquran dan hadis menghendaki umat islam dapat memantapkan ketauhidan dan ibadah dalam kerangka al ihsan, dan mengimplementasikan tugas sebagai khalifah nya dimuka bumi ini demi kebaikan dunia maupun akhirat.
Para sufi telah merumuskan tujuan dari tasawuf .Sekedar pemetaan, Ibn Khaldun menjelaskan bahwa puncak perjalanan spiritual para penempuh jalan tasawuf setelah melewati beragam tingkatan spiritual adalah kemantapan tauhid dan makrifat. [9] Karya-karya para sufi menguatkan pernyataan tersebut.Seperti disebut al-Qusyairi, Ruwaini bin Ahmad pernah menyatakan bahwa kewajiban pertama dari Allah kepada hambanya adalah makrifat sebagaimana disebut dalam Q S.al -Zariyat: 51/56 bahwa jin dan manusia diciptakan untuk liya 'Budun yang diartikan Ibn Abbas sebagai li'ya'rifun.
Dua sumber ajaran agama islam, alquran dan hadis memberikan sinyal kuat bahwa manusia berpotensi untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, bertauhid dan bermakrifat Kepada nya.QSal-Baqarah / 2: 186, Allah Swt.berfirman:
"Dan apabila hamba hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwa Aku dekat.Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaku dan hendaklah mereka beriman kepadaku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dalam QSQaf / 50: 16, Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa:
"Dari abi hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw.bersabda bahwa allah Swt berkata" Aku menurut keyakinan hambaku kepadaku, dan aku bersamanya jika ia mengingatku.Jika ia mengingatku didalam dirinya, maka aku akan mengingatnya di dalam diriku.Jika dia mengingatku di dalam suatu kelompok, maka aku mengingatnya didalam suatu kelompok yang lebih baik darinya.Jika ia mendekatiku sejengkal, maka aku mendekatinya satu lengan.Jika ia mendekatiku satu lengan, maka aku akan mendekatinya satu depan.Jika ia mendekati ku berjalan, maka aku mendekatinya dengan berlari. "
pendapat kaum sufi tentang makna ketauhidan sebagai tujuan utama dari mazhab tasawuf dapat dilihat dari pendapat mereka tentang tingkatan tertinggi yang mungkin dicapai oleh seorang sufi.Mereka melahirkan sejumlah teori tentang al malam tertinggi tersebut sebagai dampak dati perbedaan mazhab, yakni tasawuf akhlaki / amali dan tasawuf falsafi .Mayoritas sufi dari kalangan Suni menegaskan bahwa al maqqam tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang sufi hanyalah tingkatan rida. [10]
- Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy tujuan tasawuf meliputi:
a. ilmu Syariah
b. ilmu Thariqah
c. ilmu Haqiqah
d. ilmu Ma'rifah
- Menurut Ma'ruf Al-Karakhy tujuan tasawuf adalah mencari kebenaran yang hakiki dengan cara meninggalkan kesenangan duniawi.
Pada dasarnya hakikat Tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melalui penyucian diri dan perbuatan-perbuatan (amaliyah) Islam. Oleh karena itu, beberapa tujuan Tasawuf adalah Ma'rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas). Inti sari ajaran Tasawuf bertujuan memperoleh hubungan langsung dengan Allah SWT. Sehingga seseorang akan merasa berada di hadirat-Nya.
Tasawuf memliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqorrub kepada Allah SWT. Namun, Tasawuf tidak bisa melanggar apa-apa ynag telah jelas diatur dalam Al-Qur'an dan As-sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilakukan,
Mustafa Zuhri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, adalah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci dan bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.
Ada beberapa peran Tasawuf dalam kehidupan modern, antara lain:
aMenjadikan manusia berkepribadian yang saleh dan berakhlak baik
b.Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c.Sebagai obat mengatasi krisis kerohanian manusia (dekadensi moral).
BAB III
PENUTUP
kesimpulan
Tasawuf merupakan salah satu bidang study islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang dapat menimbulkan akhlak mulia.
Kemudian obyek penelitian tasawuf adalah hati atau jiwa manusia, pembahasan tasawuf lebih banyak menekankan pada masalah jiwa manusia secara immateral.l
Manfaat Tasawuf adalah membersihkan hati agar sampai kepada Ma'rifat Allah SWT. Sebagai Ma'rifat yang sempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapatkan keridlaan Allah SWT. Dan mendapat kebahagiaan abadi
Daftar Pustaka
1.Jafar, Gerbang Tasawuf (Perdana Publishing, 2016), h.18.
2.Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Erlangga, 2006), h.122
3.Abi Nashr 'Abd Allah ibn Ali al-Sarraj al-Thusi, al-Luma fi Tarijh Tashawwuf al-islam (Beirut: Dar Kutub Ilmiyah, 2001), h.40.Al-Thusi.
4.Alba Cecep, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi esoteris Ajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012Daftar.
5.Nasution, Harun, Filsafat dan Mistimisme dalam islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983)
6.Munir Samsul Amir, Ilmu tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2012), H.4.
7.Abu al-Najib al Suhrawardi, Adab al-muridin (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 2005), h.23
8.Ibid., H.57.
9.Abu al-Najib al Suhrawardi, Adab al-Muridin.h.23.
10Al-Qusyairi, Risalah al Qusyairiyyah, h.89-390.
Rabu, 15 Maret 2017
Resume Akhlak Tasawuf
Definisi dan Tujuan Tasawuf
Disusun oleh:
Nama: Irmawati Koto
Nim. : 0705163048
Prodi: Fisika 2
Fakultas Saintek dan Teknologi Prodi Fisika Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
TA.2016 / 2017
BAB I
Pendahuluan
Di dalam islam akhlak da tasawuf banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur'an dan Hadis, sumber tersebut merupakan batasan dalam tindakan kita sehari-hari, sehingga dalam jiwa ini benar-benar menggunakan akhlak dan tasawuf untuk mempermudah kita melakukan suatu ibadah.
Akhlak dan tasawuf ini akan mengarahkan kita ke jalan yang benar yaitu jalan untuk menyucikan jiwa. Akhlak dan tasawuf itu juga dapat digunakan untuk mempermudah kita melakukan suatu ibadah. Tetapi pada zaman sekarang ini sudah banyak manusia yang tidak menggunakan akhlaknya terutama pada golongan orang-orang muda. Untuk itu marilah kita mengupas tentang akhlak dan tasawuf.
Tasawuf dan Islam tidak dapat dipisahkan, tasawuf sebagai ilmu keislaman yaitu hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu lainnya, mempelajari ilmu tasawuf adalah penting, telah diketahui bahwa dahulu waktu kerasulan Nabi Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan sejarah mencatat bahwa factor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima.
Tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan, yang berarti ibadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya., Ketika tidak mampu demikian, maka harus didasari bahwa Dia melihat dari kita, adalah kualitas penghayatan dari seseorang terhadap agamanya. Dengan demikian tasawuf sebagaimana mistisme pada umumnya, bertujuan membangun dorongan-dorongan yang terdalam pada diri manusia. Yaitu dorongan-dorongan mewujudkan diri sebagai makhluk, yang secara hakiki adalah bersifat spiritual dan kekal.
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Tasawuf
Secara bahasa Tasawuf berasal dari kata = shaf (baris), sufi (suci), sophos (Yunani, hikmah), suf (kain wol) atau sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan bersikap bijaksana . [1]
Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy mengatakan: [2]
التسوف هو علم يعرف به احوال النفس محمودها ومذمومها وكيفية تطهيرها من المذموم منها وتحليتها بالاتصاف بمحمودها وكيفية السلوك والسير الى الله تعالى والنرار اليه
Artinya: Tashawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkan diri yang buruk dan mengisinya dengan yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya) .
Menurut As-Suhrawardy mengemukakah pendapat Ma'ruf Al-Karakhy, Tasawuf adalah mencari fakta dan meninggalkan sesuatu yang ada di tangan makhluk (kesenangan duniawi).
Jadi dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan menyucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan tercela.
Definisi tasawuf secara terminologis adalah,: [3]
a.Menurut 'Amir bin Usman Al-Makki. Ia pernah berkata,
أن يكون العبد فى كل وقت بما هوأولى فى الوقت
Artnya: "(Tasawuf) adalah melakukan sesuatu yang terbaik di setap saat."
b.Menurut Al-Junaidi. Ia mendefinisikn, "Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan makhluk, berjuang melepaskan pengaruh budi yang asli [instink] kita, menghapus sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, tergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang-barang penting dan terlebih permanen, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang janji dengan Allah dalam hal fakta, dan mengkuti contoh Rosulullah dalam hal syariat.
c.Menurut Al- kanany, menytakan bahwa tasawuf adalah,
التصوف خلق فمن زاد عليك فى الخلق زاد عليك فى الصفاء
"Tasawuf adalah akhlak mulia barang siapa yang bertambah baik ahlaknya, maka bertambah pula kejernihan hatinya." (Dalam al-Qusyairi, 1940: 139).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, tasawuf adalah:
Tasawuf merupakan salah satu bidang study islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang dapat menimbulkan akhlak Se.
a. Masa Tabi'in: ada istilah Nussak, yaitu orang-orang yang menyediakan dirinya untuk beribadah kepada Allah. Tokohnya Hasan Basri yang benar-benar mempraktekkan tasawuf.
b. Istilah tasawuf muncul pada abad ke-2 H yang digunakan oleh Abu Hasyim
c. Abad ke-3 H muncul tasawuf yang menonjolkan pemikiran eksklusif seperti Al-Jaliaj
d. Pada abad ke-5 H muncul Al-Ghazali yang mendasarkan tasawuf pada Al-Qur'an dan Hadis
e. Abad ke-6 H berkembang tarekat-tarekat untuk melatih dan mendidik para murid seperti yang dilakukan oleh Sayid Ahmad Rifa'i dan Sayid Abdul Qadir Jaelani. [4]
2. Tujuan Tasawuf
- Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy tujuan tasawuf meliputi:
a. ilmu Syariah
b. ilmu Thariqah
c. ilmu Haqiqah
d. ilmu Ma'rifah
- Menurut Ma'ruf Al-Karakhy tujuan tasawuf adalah mencari kebenaran yang hakiki dengan cara meninggalkan kesenangan duniawi.
Pada dasarnya hakikat Tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melalui penyucian diri dan perbuatan-perbuatan (amaliyah) Islam. Oleh karena itu, beberapa tujuan Tasawuf adalah Ma'rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas). Inti sari ajaran Tasawuf bertujuan memperoleh hubungan langsung dengan Allah SWT. Sehingga seseorang akan merasa berada di hadirat-Nya.
Tasawuf memliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqorrub kepada Allah SWT. [5] Namun, Tasawuf tidak bisa melanggar apa-apa ynag telah jelas diatur dalam Al-Qur'an dan As-sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilakukan,
Mustafa Zuhri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, adalah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci dan bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.
Ada beberapa peran Tasawuf dalam kehidupan modern, antara lain:
aMenjadikan manusia berkepribadian yang saleh dan berakhlak baik
b.Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c.Sebagai obat mengatasi krisis kerohanian manusia (dekadensi moral).
BAB III
PENUTUP
kesimpulan
Tasawuf merupakan salah satu bidang study islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang dapat menimbulkan akhlak mulia.
Kemudian obyek penelitian tasawuf adalah hati atau jiwa manusia, pembahasan tasawuf lebih banyak menekankan pada masalah jiwa manusia secara immateral.l
Manfaat Tasawuf adalah membersihkan hati agar sampai kepada Ma'rifat Allah SWT. Sebagai Ma'rifat yang sempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapatkan keridlaan Allah SWT. Dan mendapat kebahagiaan abadi
Daftar Pustaka
Alba Cecep, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi esoteris Ajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), H.9.
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistimisme dalam islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983)
Musthofa, akhlak tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia)
Permadi, Pengantar ilmu tasawuf, (Jakarta: Rhineka Cipta, cet.2,2004) H.34
Munir Samsul Amir, Ilmu tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2012), H.4.
Langganan:
Postingan (Atom)