Minggu, 09 Juli 2017

Resume pemahaman tentang akhlak tasawuf

Resume Pemahaman tentang Akhlak.                                   Tasawuf


                       Disusun oleh:

                                                     
                 Nama: Irmawati Koto
                  Nim. : 0705163048
                  Prodi: Fisika 2

   Fakultas Saintek dan Teknologi Prodi           Fisika Universitas Islam Negeri                              Sumatera Utara
                       TA2016 / 2017

                                                                           


     

                     








 TASAWUF  :  DEFINISI, HIERARKI, DAN TUJUAN

      A. definisi Tasawuf
        tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan menyucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan tercela.
         "Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan makhluk, berjuang melepaskan pengaruh budi yang asli [instink] kita, menghapus sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, tergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang-barang penting dan terlebih permanen, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang janji dengan Allah dalam hal fakta, dan mengkuti contoh Rosulullah dalam hal syariat.

    B.Tasawuf dalam Hierarki Ilmu-ilmu Islam
   Dari aspek pembahasan, tasawuf membicarakan empat pohon persoalan.Pertama, pembahasan tentang mujahadah, zauq, intropeksi diri, dan tingkatan tingkatan spiritual .Kedua, penting kapan spiritual dan fakta-fakta alam gaib.Ketiga, keramat wali.Keempat, istilah-istilah kaum sufi yang diungkap pasca mabuk spiritual.Menurut Ibn Khalbun, kebanyakan fukaha menolak ajaran kaum sufi tentang tasawuf.
   
            C. Tujuan Tasawuf
     Tujuan tasawuf tersebut tidak dapat dilepaskan dari tujuan hidup manusia sebagaimana dijelaskan dalam ajaran islam. Alquran menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan suatu tujuan tertentu seperti syahadah, ibadah khalifah, dan hasanah.Dalam shahih al-Bukhori dan Shahih Muslim, disebutkan hadis tentang al-islam, al-iman, dan al-ihsan.Hadis tersebut menjelaskan bahwa ketiga istilahnya membentuk suatu hierarki beragama.Seorang muslim tidak saja dituntut untuk menjalankan al islam, dan al imran, tetapi juga merealisasikan al ihsan sebagai hirarki paling tinggi.Jadi, alquran dan hadis menghendaki umat islam dapat memantapkan ketauhidan dan ibadah dalam kerangka al ihsan, dan mengimplementasikan tugas sebagai khalifah nya dimuka bumi ini demi kebaikan dunia maupun akhirat.


EPISTEMOLOGI TASAWUF

A. Peran Hati dalam Tasawuf

      Dalam tradisi islam,hati ( qalb ) merupakan subsistem jiwa manusia.disebutkan bahwa dari segi fungsi,menurut achmad mubaro,qalb berfungsi sebagai “alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai serta memutuskan suatu tindakan ( Q.S.al-A’raf/7:179 ),”sehingga qalb menjadi identik dengan akal.disebutkan bahwa ada delapan potensi hati,yakni hati itu bisa berpaling;merasa kecewa dan kesal;secara sengaja memutuskan untuk melakukan sesuatu;berprasangka;menolak sesuatu;mengingkari;dapat diuji;dapat ditundukkan;dapat diperluas dan dipersempit;bahkan bisa ditutup rapat.adapun kandungan hati manusia adalah penyakit ( Q.S.al-baqarah/2:10 );sedangkan kondisi hati manusia bermacam macam,sebagian bersifat positif seperti hati yang bersih(qalb salim),hati yang bertobat( qalb munib),hati yang tenang(qalb muthmain),hati yang menerima petunjuk(yahdi qalbih),dan hati yang takwa(taqwa al qulub).Islam menghendaki manusia mampu mencapai kualitas hati yang positif,dan menjauhi kualitas hati yang negatif.

     Jadi qalb terdiri dari dua bentuk yakni hati yang bersifat jasmani dan hati yang bersifat ruhani. Menurut Al-Ghazali hati dapat meraih ilmu mengenai banyak hal manakala ia memiliki ia memiliki sifat-sifat Rabbaniyah dan hikmah. Hati akan menjadi suci ketika dihiasi oleh sifat-sifat ilahiah,cahaya iman(sebagai dampak dari zikir dan ibadah), dan hikmah, sehingga hati akan menjadi cermin yang bercahaya,cemerlang dan akhirnya hati akan meraih kasyf yang membuatnya dapat memeroleh kebenaran,bertemu Allah SWT, dan mampu menyingkap hakikat agama.Sebaliknya,ketika hati menjadi kotor akibat maksiat,maka hati menjadi hitam dan akibatnya akan terhijab dari Allah swt.Ketika hati seorang sufi dikuasai Allah sebagai dampak dari perilaku mereka dalam menekuni ibadah zuhud terhadap dunia maka allah akan menyingkapkan rahasia alam dan hakikat segala sesuatu kepada sufi tersebut.Menurut al-Ghazali,ada lima penyebab hati gagal meraih ilmu,yakni kekurangan hati(yakni hati anak kecil),hati menjadi kotor akibat mengikuti hawa nafsu sehingga selalu berbuat maksiat dan perbuatan keji,hati dipalingkan dari kebenaran karena tidak mau mencari kebenaran dan mengarahkan pikiran kepada hakikat illahiah,terhijab karena banyak taklid dan tunduk kepada prasangka,meskipun telah mampu mengekang hawa nafsu atau memfokuskan diri kepada kebenaran diri kepada kebenaran,dan kebodohan dalam mengetahui arah kebenaran akibat penyelewengan ilmu dan tidak mengetahui manfaat pencarian ilmu.Dapat disimpulkan,bahwa hati harus dihiasi oleh ibadah,dan dijauhi dari jebakan hawa nafsu,agar hati mampu meraih ilmu,menyaksikan dunia spriritual,dan menyingkap rahasia agama.


2.   Metode Tazkiyah al-Nafs

    Adapun keutamaan tazkiyah al-nafs menurut al-qur’an bahwa pelakunya disebut orang-orang yang beruntung(Q.S. al-Syams/91:9; dan Q.S. al-A’la/87:14) dam orang tersebut diberi pahala serta keabadian surgawi (Q.S. Thaha/20:6).
     Metode irfani merupakn metode kaum sufi dalam islam yang mengandalkan aktifitas penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, dan menilai bahwa ilmu ghakiki yang diraih dengan cara mendekakatkan diri dengan sosok yang Maha Mengetahui (al-alim), bukan dengan metode observasi ayau eksperimen atau juga metode rasional.
      Ibn al-Qayyim al-Jauziyah menyebut ilmu yang diraih oleh kaum sufi sebagai ilm laduniyun,yakni ilmu yang diisyaratkan kepada ilmu yang diperoleh seorang hamba tanpa menggunakan sarana,tetapi berdasarkan ilham dari allah,dan diperkenalkan Allah kepada hambanya .Ilmu ladunni merupakan buah dari ibadah,serta kepatuhan dan kebersamaan dengan allah,dan dicari dari kepatuhan kepada Rasulnya.Ilmu ladunni terdiri atas dua macam:dari sisi Allah dan dari sisi setan.Kaum sufi meraih ilmu dari sisi allah,sedangkan para dukun meraih ilmu dari setan.


AL-MAQAMAT DAN AL-AHWAL

A. Definisi
     Al-Maqamat adalah tingkatan tingkatan spiritual seorang sufi,dari tingkatan paling mendasar sampai tingkatan tertinggi,yaitu dekat dengan allah Swt,yang diperoleh salin secara mandiri melalui pelaksanaan ibadah,mujahadah,dan riyadhah secara terus-menerus.Al-Ahwal merupakan keadaan hati seorang salin yang bukan merupakan hasil usahanya secara mandiri,melainkan pemberian dari Allah Swt.Kaum sufi telah merumuskan al-maqamat dan al-ahwal dalam karya-karya mereka.
     Contoh mengenai al-muqamat,dari tingkat awal yang harus dilewati seorang salin sampai tingkat tertinggi yang mungkin dicapai,al-Thusi menyebutkan bahwa tingkatan al-muqamat adalah diawali dari tobat(al-taubah),warak(wara'),zuhud(al-Zhud),kefakiran(al-faqr),Sabar(al-shabr),tawakal(al-tawakkul),kerelaan(al-ridha). Kaum sufi sepakat bahwa perjalanan spiritual jiwa manusia menuju Allah swt harus diawali dari tingkat tobat sampai tingkat ridha sebagai tingkatan spiritual tertinggi sebagai wujud dari kedekatan manusia dengannya,meskipun kalangan sufi dari tasawuf falsafi menegaskan kemampuan jiwa manusia untuk dapat lebih dekat lagi kepadanya lebih dari hanya sekedar tingkat ridha semata.

Mengenai al-ahwal para sufi telah menyebutkan beberapa keadaan hati seorang salin yang dirasakan selama melewati beragam tingkatan spiritual.Menurut al-Thus,diantara al-ahwal adalah al-muraqabah,al-qurb,al-mahabbah,al-khauf,al-raja,al-syawq,al-uns,al-thuma'ninah,al-musyahadah,dan al-yaqin.Sejumlah al-ahwal tersebut merupakan pemberian Allah Swt kepada salik yang sedang menjalani beragam ibadah untuk menapaki satu persatu malam dari yang awal sampai yang paling akhir sebagai puncak tertinggi dari kedudukan spiritual yang mungkin dicapai seorang sufi.

Pondasi Al-Maqamat
Dalam memperoleh malam tertentu,selain wajib menjalankan berbagai bentuk ibadah,mujahadah,dan riyadhah,seorang salik harus melakukan Khalwah dan uzlah dalam melaksanakan perjalanan spiritual menuju jalan Allah Swt.Dalam risalah al-Qusyairiyah,al-Qusyairi menjelaskan bahwa menyepi(khalwah)adalah sifat ahli sufi,dan mengasingkan diri('uzlah)menjadi tanda seorang telah bersambung dengan Allah swt,praktik spiritual ini memberikan manfaat bagi penempuh jalan seperti menghindarkan diri dari semua sifat tercela,menghasilkan kemudian,mendekatkan diri kepada Allah swt.dan mengobati hati.Khalwah(menyepi)adalah pemutusan hubungan dengan al-Haqq.Khalwah merupakan perjalanan ruhani dari nafsu menuju hati,dari hati menuju ruh,dari ruh menuju alam rahasia,dan dari alam rahasia menuju Allah swt.Sedangkan hakikat uzlah(mengasingkan diri) adalah menjaga keselamatan diri dari niat buruk orang lain.Dalam Ihya'ulum al-Din,al-Ghazali menjelaskan bahwa praktik mengasingkan diri memiliki banyak manfaat bagi seorang penempuh jalan spiritual.Pertama,dapat menggosokkan diri hanya beribadah kepadanya,mengendalikan hati dengan bermunajat kepadanya dan menyibukkan diri dengan menyingkap rahasia-rahasia nya tentang masalah dunia dan akhirat.Kedua,dapat melepaskan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat yang biasa dilakukan dan dihadapi manusia selama hidup bermasyarakat seperti mengumpat,adu domba,pamer,diam dari amar ma'ruf nahi munkar,dan meniru tabiat buruk dan perbuatan keji akibat rakus terhadap kehidupan duniawi.Ketiga,membebaskan diri dari kejahatan-kejahatan manusia.Keempat,memutuskan diri dari kerakusan manusia dan kerakusan terhadap dunia.Kelima,membebaskan diri dari penyaksian atas orang-orangan yang berperangai buruk dan bodoh.Keenam,menghasilkan ketaatan dalam kesendirian dan terlepas dari perbuatan tercela dan larangan Allah swt.
1.tobat adalah meninggalkan dosa, dan tidak akan mungkin akan dapat meninggalkan dosa bila tidak mengenal macam-macam dosa, sedangkan hukum mengetahui macam-macam dosa adalah wajib.
Al-Taubah berasal dari bahasa Arab, taba, yatubu, taubatan, yang artinya kembali. (Abudin Nata, 2013: 171). Taubat yang dimaksud kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebaikan.rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati disertai permohonan ampun serta mennggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa.

2.  Warak (Al-Wara')

Kata warak berasal dari bahasa Arab, wara’a, yari’u, wara’an yang bermakna berhati-hati, tetapi dalam kasus bahasa Indonesia warak bermakna “patuh dan taat kepada allah”. Di dunia tasawuf, kata warak ditandai dengan kehati-hatian dan kewaspadaan tinggi. Al-Qusyairi menjelaskan bahwa “wara’ adalah meninggalkan segala hal yang syubhat. Ibrahim bin Adam berkata, “wara’ adalah meninggalkan hal-hal yang syubhat dan segala hal yang tidak pasti yakni meninggalkan hal-hal yang tidak berfaedah”. Menurut Ibn Qayyim al-Jauziah, warak adalah menjaga diri dari perbuatan dan barang haram dan syubhat (Ja’far, 2016: 62-63).

3.Kefakiran dalam kajian tasawuf adalah seorang tidak memiliki kecintaan terhadap kekayaan dan hiasan duniawi,dan jika ia memilikinya maka ia tidak berkeinginan untuk menyimpan dan mengumpulkannya.

4.Sabarr adalah menjauhi hal-hal yang bertentangan,bersikap tenang ketika menelan pahitnya cobaan,dan menampakkan sikap kaya dengan menyembunyikan kefakiran dalam kehidupan.

5.Cinta (al-mahabbah)
   cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintai.”Muhammad bin’Ali al-Kattani berkata “cinta mengutamakannya yang dicintai.”Husni al-Manshur al-Hallaj berkata bahwa”hakikat cinta itu jika kamu berdiri bersama kekasihmu dengan menannggalkan sifat-sifatmu.”Muhammad bin al-Fadhal al-Farawi berkata”cinta itu adalah runtuhnya semua cinta dalam hati kecuali kepada kekasih.”Menurut Ibn Qudammah,tanda cinta kepada Allah Swt.adalah senantiasa berzikir kepada Allah;gemar mengasingkan diri hanya untuk bermunajat kepada-Nya seperti membaca Al-quran dan tahajjud;merasa rugi bila melewatkan tanpa menyebut nama-Nya;dan menyayangi semua hamba Allah mengasihi mereka dan bersikap tegas terhadap musuh-musuh-Nya.

6.Tawakal adalah pasrah diri kepada Allah:percaya dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam penderitaan dan sebagainya),atau sesudah berikhtiar baru berserah kepada Allah .Dan makna cinta dalam tasawuf dapat dilihat dari ucapan kaum sufi.Junaid al-baghdadi,misalnya berkata cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintai.
7.Ridho
  Kata rida berasal dari kata radhiya, yardha, ridhwanan, yang artinya “senang, puas, memilih, persetujuan, menyenangkan, dan menerima”. Dalam kamus bahasa Indonesia, rida adalah “rela, suka, senang hati, perkenan, dan rahmat”


Al-Maqam Lainnya.

Sebagian sufi menilai bahwa setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapat mencapai maqaom seperti makrifat (al-makrifah), dan menegaskan bahwa al-ridha bukan maqom tertinggi. Al-Kalabazi mengatakan bahwa sebagian sufi membagi makrifat menjadi dua: al-makrifat haq yang berarti penegasan keesaan Allah atas sifat-sifat yang dikemukakanNya, dan makrifat haqiqah yang bermakna makrifat yang tidak bias dicapai dengan sarana apapun, sebab sifatNya tidak dapat ditembus dan keTuhananNya tidak dapat dipahami.
 1.Al-Muraqabah
muraqabah adalah keadaan mawas diri kepada Allah dan mawas diri juga berarti adanya kesadaran sang hamba bahwa Allah senantiasa melihat dirinya.
2. Khauf(Takut)
Al-khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir jangan sampai Allah merasa tidak senang kepadanya. Ibn Qayyim memandang khauf sebagai perasaan bersalah dalam setiap tarikan nafas. Perasaan bersalah dan adanya ketakutan dalam hati inilah yang menyebabkan orang lari menuju Allah.
3.Raja’(Harap)
 raja’ adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah SWT yang disediakan bagi hambaNya yang saleh dan dalam dirinya timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagai amal terpuji dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.
4.Syawq(Rindu)
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni. Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan gairah.Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.


A. Integrasi dalam Sejarah Islam
Dapat disimpulkan bahwa mereka sukses mengintegrasikan antara dua jenis ilmu tersebut, dan mengintegrasikan keduanya dengan keyakinan dan perilaku hidup mereka sehari-hari.
B.  Integrasi dalam Ranah Ontologi

Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang bermakna keberadaan, dan logos yang bermakna teori. Sedangkan dalam bahasa Latin disebut ontologia. Ontologi merupakan bagian dari metafisika yang merupakan bagian dari filsafat, dan membahas teori tentang keberadaan seperti makna keberadaan dan karakteristik esensial keberadaan.
C.  Integrasi dalam Ranah Epistemologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang bermakna pengetahuan, dan logos yang bermakna ilmu atau eksplanasi, sehingga epistemologi berarti teori ilmu pengetahuan.Dari perspektif Islam, kesucian jiwa manusia menjadi syarat utama untuk memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya, yaitu Allah Swt. yang diketahui memiliki sifat al-‘Alim.
D.  Integrasi dalam Ranah Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios yang bermakna nilai, dan logos yang berarti teori. Menurut

Senin, 12 Juni 2017

Integrasi Tasawuf dan Sains

            Integrasi Tasawuf dan Sains


 Disampaikan pada mata kuliah akhlak     tasawuf pada hari senin,12 juni 2017.          Prodi Fisika Fakultas Sains dan                        Teknologi Sumatera Utara
                                2017


               Nama      :   Irmawati Koto
                  Nim      :   0705163048




                               Bab II
                       PEMBAHASAN


A.  Integrasi dalam Sejarah Islam

Dalam sejarah Islam, ditemukan seorang ahli astronomi, biologi, matematika dan arsitektur yang mampu dalam bidang ilmu-ilmu keislaman seperti tauhid, fikih, tafsir, hadis, dan tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu-ilmu kealaman, para pemikir muslim klasik menempuh pola hidup sufistik, dan kajian-kajian ilmiah mereka diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan religius dan spiritual.

Para filsuf dari mazhab Peripatetik merupakan pemikir muslim yang berhasil mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran Islam yang bersumber kepada Al-qur’an dan hadis, lantaran tema-tema filsafat Yunani diislamisasikan dan disesuaikan dengan paradigma Islam. Mereka mampu menguasai berbagai disiplin ilmu yang terdiri atas ilmu-ilmu rasional dan kewahyuan, sehingga integrasi menjadi sangat mudah dilakukan. Al-Jahiz (w. 869) adalah ahli dalam bidang sastra Arab, biologi, zoologi, sejarah, filsafat, psikologi, teologi dan politik. Al-Kindi (w. 873 M) menguasai seluruh cabang filsafat seperti metafisika, etika, logika, psikologi, kedokteran, farmakologi, matematika, astrologi, optik, zoologi, dan meteorologi.

Selain dari mazhab Peripatetik, sejarah Islam menyebutkan keberadaan para filsuf dari mazhab Isryraqiyah dan mazhab Hikmah al-Muta’aliyah yang sukses mengintegrasikan ilmu-ilmu rasional dan kewahyuan. Diantara mereka adalah Suhrawardi (w. 1191) yang dikenal ahli filsafat, tasawuf, zoroastrianisme, dan platonisme. Nashr al-Din al-Thusi (w. 1274) merupakan pakar dalam bidang astronomi, biologi, kimia, matematika, filsafat, fisika, teologi, tasawuf, dan hukum Islam.

Dapat disimpulkan bahwa mereka sukses mengintegrasikan antara dua jenis ilmu tersebut, dan mengintegrasikan keduanya dengan keyakinan dan perilaku hidup mereka sehari-hari.


B.  Integrasi dalam Ranah Ontologi

Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang bermakna keberadaan, dan logos yang bermakna teori. Sedangkan dalam bahasa Latin disebut ontologia. Ontologi merupakan bagian dari metafisika yang merupakan bagian dari filsafat, dan membahas teori tentang keberadaan seperti makna keberadaan dan karakteristik esensial keberadaan..

Menurut Ja’far (105:2016), Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang bermakna keberadaan, dan logos yang bermakna teori, sedangkan dalam bahasa Latin disebut ontologia, sehingga ontologi bermakna teori keberadaan sebagaimana ilmu tentang esensi segala sesuatu. Dengan demikian, ontologi adalah ilmu tentang teori keberadaan, dan istilah ontologi ditujukan kepada pembahasan tentang objek kajian ilmu.
Berbeda dari saintis Barat sekuler, para filsuf Muslim dan sufi berpendapat bahwa ada hubungan erat antara alam dengan Allah Swt. Menurut Ibn ‘Arabi (w. 1240), alam diciptakan Allah Swt. melalui proses tajalli (penampakan diri)-Nya pada alam empiris yang majemuk. Tajalli Allah Swt. mengambil dua bentuk: tajalli dzati dalam bentuk penciptaan potensi; dan tajalli syuhudi dalam bentuk penampakan diri dalam citra alam semesta. Teori Ibn ‘Arabi tentang alam didasari oleh doktrinnya tentang kesatuan wujud (wahdat al-wujud) dan tajalli. Dari perspektif Ibn ‘Arabi, alam merupakan manifestasi sifat-sifat Allah Swt. dan cermin bagi-Nya. Saintis Muslim sebagai peneliti alam empirik (terutama dunia mineral, tumbuhan, binatang, dan manusia) harus menyadari bahwa alam merupakan tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan-Nya, sehingga penelitian terhadap alam diharapkan dapat menumbuhkan dan memperkokoh keimanan terhadap-Nya, bukan menjauhkan manusia dari-Nya sebagaimana ditemukan dalam banyak teori ilmuwan-ilmuwan Barat sekular.


C.  Integrasi dalam Ranah Epistemologi

Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang bermakna pengetahuan, dan logos yang bermakna ilmu atau eksplanasi, sehingga epistemologi berarti teori ilmu pengetahuan.

Menurut Ja’far (107:2016), Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang bermakna pengetahuan, dan logos yang bermakna ilmuatau eksplanasi, sehingga epistemologi berarti teori pengetahuan.

Epistemologi dimaknai sebagai cabang filsafat yang membahas pengetahuan dan pembenaran, dan kajian pokok epistemologi adalah makna pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahui. Runes menjelaskan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang menelusuri asal [sumber], struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Dengan demikian, epistemologi adalah ilmu tentang cara mendapatkan ilmu.

Kajian-kajian ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang disebut dalam epitemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf mengandalkan metode ‘irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al-nafs.

Dari perspektif Islam, kesucian jiwa manusia menjadi syarat utama untuk memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya, yaitu Allah Swt. yang diketahui memiliki sifat al-‘Alim.


D.  Integrasi dalam Ranah Aksiologi

Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios yang bermakna nilai, dan logos yang berarti teori. Menurut Bunnu dan Yu, aksiologi adalah studi umum tentang nilai dan penilaian, termasuk makna, karakteristik, dan klasifikasi nilai, serta dasar dan karakter pertimbangan nilai.

Menurut Ja’far (109:2016), Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios yang bermakna nilai, dan logos yang berarti teori. Aksiologi bermakna teori nilai, invetigasi terhadap asal, kriteria, dan status metafisik dari nilai tersebut. Menurut Bunnin dan Yu, aksiologi adalah studi umum tentang nilai dan penilaian, termasuk makna, karakteristik, dan klasifikasi nilai, serta dasar dan karakter pertimbangan nilai.

Sebab itu, aksiologi disebut dengan teori nilai. Aksiologi juga dimaknai sebagai studi tentang manfaat akhir dari segala sesuatu. Jadi, aksiologi membahas tentang nilai kegunaan ilmu, tujuan pencarian dan pengembangan ilmu, kaitan antara penggunaan dan pengembangan ilmu dengan kaedah moral, serta tanggung jawab sosial ilmuwan. Kajian aksiologi lebih ditujukan kepada pembahasan manfaat dan kegunaan ilmu, dan etika akademik ilmuwan.

Dari aspek etika akademik, nilai-nilai luhur tasawus dapat menjadi landasan etis seorang ilmuwan dalam pengembangan sains dan teknologi.

Konsep al-maqamat dan al-ahwal dapat menjadi semacam etika profesi seorang saintis Muslim, sebagaimana ilmuwan Muslim klasik, harus menampilkan kehidupan sufistik seperti sikap zuhud, warak, sabar, tawakkal, cinta, fakir, dan ridha dalam menjalankan kegiatan akademik maupun dalam kehidupan sosialnya. Dengan demikian, saintis Muslim masa depan dituntut untuk mengail kearifan dalam ajaran tasawuf, dan dapat menginternalisasikannya dlam kehidupan akademik dan sosialnya.



                             BAB III                                                          PENUTUP


Kesimpulan


Kesimpulan dari seluruh penjelasan di atas ialah bahwa ilmu rasional dengan ilmu-ilmu keislaman sangat berkaitan erat dan itu dituangkan dalam BAB 4 yaitu integrasi tasawuf dalam segala aspek.dijelaskan  lebih banyak menjelaskan tentang konsep menjadi saintis ilmuwan muslim dengan menggunakan konsep sufistik, al – maqamat dan al – ahwal , menjelaskan integrasi dalam segala ranah. Menurut saya buku  bapak ja’far sangat lengkap dalam menjabarkan Integrasi Tasawuf dengan Sains.


Daftar pustaka:
1.    Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf. Medan: Perdana Publishing

Minggu, 11 Juni 2017

Refisi Al-muraqabah, al-khauf, al-raja', al-syawq

    Al-Maqamat,Al-Muraqabah,Al-Khauf,
                     Al-Raja',Al-syawq

 Disampaikan pada mata kuliah akhlak.              tasawuf, Senin 12 juni 2017


                Nama   :  Irmawati Koto
                   Nim   : 0705163048

      Prodi Fisika Fakultas Sains dan              Teknologi Universitas Islam Negeri.                      Sumatera Utara 2017




                           

                                Bab I
                     PENDAHULUAN


 Maqamat dan AhwMaqamat dan Ahwal adalah dua kata kunci yang menjadi icon untuk dapat mengakses lebih khusus ke dalam inti dari sufisme, yang pertama berupa tahapan-tahapan yang mesti dilalui oleh calon sufi untuk mencapai tujuan tertinggi, berada sedekat-dekatnya dengan Tuhan.

Ahwal merupakan pengalaman mental sufi ketika menjelajah maqamat. Dua kata ‘maqamat dan ahwal’ dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang selalu berpasangan. Namun urutannya tidak selalu sama antara sufi satu dengan yang lainnya.

Pengertian maqam dalam pandangan al-Sarraj (w. 378 H) yaitu kedudukan atau tingkatan seorang hamba dihadapan Allah yang diperoleh melalui serangkaian pengabdian (ibadah), kesungguhan melawan hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati (mujahadah), latihan-latihan spiritual (riyadhah) dan mengarahkan segenap jiwa raga semata-mata kepada Allah.
Ibn Qayyim al-Jauziyah (w. 750 H)

Jika kembali kepada sejarah, sebenarnya konsep tentang Maqamat dan ahwal telah ada pada masa-masa awal Islam. Tokoh pertama yang berbicara tentang konsep ini adalah Ali Ibn Abi Thalib. Ketika ia ditanya tentang iman ia menjawab bahwa iman dibangun atas empat hal: kesabaran, keyakinan, keadilan dan perjuangan.


                              Bab II
                      PEMBAHASAN


Al-Maqam Lainnya.

Sebagian sufi menilai bahwa setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapat mencapai maqaom seperti makrifat (al-makrifah), dan menegaskan bahwa al-ridha bukan maqom tertinggi. Al-Kalabazi mengatakan bahwa sebagian sufi membagi makrifat menjadi dua: al-makrifat haq yang berarti penegasan keesaan Allah atas sifat-sifat yang dikemukakanNya, dan makrifat haqiqah yang bermakna makrifat yang tidak bias dicapai dengan sarana apapun, sebab sifatNya tidak dapat ditembus dan keTuhananNya tidak dapat dipahami.

Ø Al-Qusyairi menjelaskan bahwa maksud para sufi dari istilah makrifat adalah “sifat dari orang-orang yang mengenal Allah Swt.

Ø Nashral al-Din al-Thusi menjelaskan bahwa makrifat adalah derajat tertinggi pengetahuan tentang Allah Swt.

Macam-Macam Hal

Sebagaimana halnya dengan maqam, hal juga terdiri dari beberapa macam. Namun, konsep pembagian atau formulasi serta jumlah hal berbeda-beda dikalangan ahli sufi. Diantara macam-macam hal yaitu; muraqabah, khauf, raja’, syauq, Mahabbah, tuma’ninah, musyahadah, yaqin.
Muraqabah

1.Al-Muraqabah

Secara etimologi muraqabah berarti menjaga atau mengamati tujuan. Adapun secara terminologi muraqabah adalah salah satu sikap mental yang mengandung pengertian adanya kesadaran diri bahwa ia selalu berhadapan dengan Allah dan merasa diri diawasi oleh penciptanya.

Pengertian tersebut sejalan dengan pendangan al-Qusyairi bahwa muraqabah adalah keadaan mawas diri kepada Allah dan mawas diri juga berarti adanya kesadaran sang hamba bahwa Allah senantiasa melihat dirinya.


2. Khauf(Takut)

Menurut al-Qusyairi, takut kepada Allah berarti takut terhadap hukumnya.

Al-khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir jangan sampai Allah merasa tidak senang kepadanya. Ibn Qayyim memandang khauf sebagai perasaan bersalah dalam setiap tarikan nafas. Perasaan bersalah dan adanya ketakutan dalam hati inilah yang menyebabkan orang lari menuju Allah.

3.Raja’(Harap)

Raja’ bermakna harapan. Al-Gazali memandang raja’ sebagai senangnya hati karena menunggu sang kekasih datang kepadanya. Sedangkan menurut al-Qusyairi raja’ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkannya terjadi di masa akan datang. Sementara itu, Abu Bakar al-Warraq menerangkan bahwa raja’ adalah kesenangan dari Allah bagi hati orang-orang yang takut, jika tidak karena itu akan binasalah diri mereka dan hilanglah akal mereka. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan ahli sufi diatas dapat dipahami bahwa raja’ adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah SWT yang disediakan bagi hambaNya yang saleh dan dalam dirinya timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagai amal terpuji dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.

4.Syawq(Rindu)

Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni. Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan gairah.

Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.


                           

                               Bab III
                            PENUTUP



KESIMPULAN


Perbedaan pendapat para sufi mengenai pengertian ahwal secara luas bahwa ahwal merupakan pengalaman mental sufi ketika menjelajah maqamat. Dua kata ‘maqamat dan ahwal’ dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang selalu berpasangan. Namun urutannya tidak selalu sama antara sufi satu dengan yang lainnya. Perlu dipertegas disini bahwa menurut al-Sarraj, hal adalah anugerah (mawahibah) Allah yang diberikan kepada sang hamba sebagai hasil dari usaha dan perjuangannya di dalam menempuh maqamat. Maqam diusahakan, sementara hal tidak. Maqam sifatnya tetap dan permanen, sedangkan hal tidak tetap, datang dan pergi.

Maqom lainnya yaitu makrifat yang bermakna derajat tertinggi pengetahuan/sifat orang-orang yang mengenal Allah.

Dalam macamnya, terdapat beberapa macam Maqam yaitu Maqam Taubat, Maqam Wara’, Maqam Zuhud, Maqam Fakir, Maqam Taqakal, Maqam Ridho begitu pula Ahwal yang diantaranya : Muraqabah, Khauf, Raja’, Shauq, Mahabbah, Tuma’ninah, Musyahadah, Yaqin yang dimana pada setiap macamnya memiliki tingkatan masing-masing



Referensi
Kartanegara, Mulyadi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf.  Jakarta: Erlangga.

Jafar. 2016.Gerbang tasawuf. Perdana Publishing

Ridho dan maqam lainnya

             Ridho dan Maqam Lainnya

     Disampaikan pada materi akhlak                     tasawuf, 12 juni 2017

                  Nama   :  Irmawati Koto
                  Nim      :  0705163048



     

                                 Bab I
                       PENDAHULUAN



Maqamat dan Ahwal adalah dua kata kunci yang menjadi icon untuk dapat mengakses lebih khusus ke dalam inti dari sufisme, yang pertama berupa tahapan-tahapan yang mesti dilalui oleh calon sufi untuk mencapai tujuan tertinggi, berada sedekat-dekatnya dengan Tuhan.


Ahwal merupakan pengalaman mental sufi ketika menjelajah maqamat. Dua kata ‘maqamat dan ahwal’ dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang selalu berpasangan. Namun urutannya tidak selalu sama antara sufi satu dengan yang lainnya.


Pengertian maqam dalam pandangan al-Sarraj (w. 378 H) yaitu kedudukan atau tingkatan seorang hamba dihadapan Allah yang diperoleh melalui serangkaian pengabdian (ibadah), kesungguhan melawan hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati (mujahadah), latihan-latihan spiritual (riyadhah) dan mengarahkan segenap jiwa raga semata-mata kepada Allah.
Ibn Qayyim al-Jauziyah (w. 750 H) berpendapat bahwa Maqamat terbagi kepada tiga tahapan. Yang pertama adalah kesadaran (yaqzah), kedua adalah tafkir (berpikir) dan yang ketiga adalah musyahadah.


Sedangkan menurut al-Sarraj Maqamat terdiri dari tujuh tingkatan yaitu taubat, wara’, zuhd, faqr, shabr, tawakkal dan ridha.[4]
Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin membuat sistematika maqamat dengan taubat – sabar – faqir – zuhud – tawakal – mahabah – ma’rifat dan ridha.
At Thusi menjelaskan maqamat sebagai berikut : Al Taubat – Wara – Zuhud – faqir – sabar – ridha – tawakal – ma’rifat.
Al Kalabadhi (w. 990/5) didalam kitabnya “Al taaruf Li Madzhab Ahl Tasawuf” menjelaskan ada sekitar 10 maqamat : Taubat – zuhud – sabar – faqir – dipercaya – tawadhu (rendah hati) – tawakal – ridho – mahabbah (cinta) -dan ma’rifat.
Jika kembali kepada sejarah, sebenarnya konsep tentang Maqamat dan ahwal telah ada pada masa-masa awal Islam. Tokoh pertama yang berbicara tentang konsep ini adalah Ali Ibn Abi Thalib. Ketika ia ditanya tentang iman ia menjawab bahwa iman dibangun atas empat hal: kesabaran, keyakinan, keadilan dan perjuangan.


                               Bab II.                                                       PEMBAHASAN


1.Maqam Ridho

Setelah mencapai maqam tawakkal, nasib hidup mereka bulat-bulat diserahkan pada pemeliharaan dan rahmat Alloh, meniggalkan segala keinginan terhadap apa saja selain Tuhan, maka harus segera diikuti menata hatinya untuk mencapai maqam. Maqam ridlo adalah ajaran menanggapi dan mengubah segala bentuk penderitaan, kesengsaraan, dan kesusahan, menjadi kegembiraan dan kenikmatan. Yakni sebagaimana di katakana imam ghozali, rela menerima apa saja.

Kata rida berasal dari kata radhiya, yardha, ridhwanan, yang artinya “senang, puas, memilih, persetujuan, menyenangkan, dan menerima”. Dalam kamus bahasa Indonesia, rida adalah “rela, suka, senang hati, perkenan, dan rahmat”

Penegasan Rida (al-ridha) menurut para sufi dari mazhab sunni :
Ø Ibn Khatib mengatakan bahwa “rida adalah tenangnya hati dengan ketetapan (takdir) Allah Swt dan keserasian hati dengan sesuatu yang dijadikan Allah Swt.
Ø Al-Hujwiri, rida terbagi menjadi 2 macam: rida Allah terhadap hambanya; dan rida hamba terhadap Allah Swt.
Ø Harits al-Muhasibi, berkata rida adalah ketentraman hati atas ketetapan takdir.
Ø Dzu al-Nun al-Mishri, berkata “rida adalah ketenangan hati diatas takdir.
Ø Ibn Atha, berkata “rida adalah penghargaan hati atas pilihan Allah untuk hambaNya sebab pilihanNya itu adalah pilihan terbaik.
Ø Abu ‘Ali al-Daqaq, berkata “rida adalah tidak menentang hokum dan keputusan Allah Swt.
Ø Dzun al-Nun al-Mishri, berkata “tanda-tanda tawakkal ada 3, yakni meninggalkan usaha sebelum keputusan, menghilangkan kepahitan sebelum keputusan, dan cinta apabila mendapakan cobaan. Dll.

Menurut Dzun Nun al-Mishri, Ridho itu ialah menerima kada dan kadar Allah dengan kerelaan hati. Dzun Nun al-Mishri mengemukakan tanda-tanda orang yang sudah ridho ada tiga yaitu:
1.      Meninggalkan usaha sebelum terjadi ketentuan.

2.      Lenyapnya resah gelisah sesudah terjadi ketentuan.

3.      Cinta yang bergelora dikala turunnya malapetaka.
Pengertian ridho ini merupakan perpaduan antara shobar dan tawakkal sehingga melahirkan sikap mental yang merasa tenang dan senang menerima segala situasi dan kondisi. Selanjutnya dalam perjalanan dari satu maqom ke maqom lainnya tentunya sufi banyak menghadapi hambatan, rintangan dan godaan. Maka untuk mencapai tujuannya setiap calon sufi harus melakukan perjuangan dan pengorbanan baik yang bersifat zahiriyah maupun bhatiniyah. Perjuangan dan pengorbanan ini disebut dengan istilah Mujahadah.

Mengenai maqam ridlo ini dinukilkan macam-macam pemahaman terhadap maqam ridlo sesuai dengan Misalnya Ruwaim mengatakan : Ridlo itu, itu seandainya Alloh menjadikan neraka jahannam di kananya, tidak akan meminta untuk dipindah ke kirinya. Ibnu Khafif mengatakan tentang ridlo adalah : “Kerelaan hati menerima ketentuan tuhan, dan persetujuan hatinya terhadap yang diridlai Alloh untuknya”. Abu Bakar Thahir mengatakan : “Ridlo itu hilangnya ketidak senangan dari hatinya, sehingga yang tinggal kegembiraan dan kesenangan (sukacita) dalam hatinya”.Al-Nuri mengatakan : ”Ridlo itu kegirangan hati menanggapi kepedihan ketentuan Tuhan”. Rabi’ah al-Adawiyah tentang ridlo: ”Jika dia telah telah gembira menerima musibah seperti kegembiraanya menerima nikmat”.

Dengan mencermati ungkapan-ungkapan tentang maqam-maqam tersebut, dan sebenarnya masih banyak lagi maqam-maqam selain yang tujuh di atas, jelas sekali maqam-maqam ini erat dengan laku (mujahadah) pembinaan moral sikap hidup dan mentalitas para sufi. Bahwa kunci segala bentuk laku korup dan tindak kekerasan dan kejahatan adalah nafsu tamak dan serakah memperebutkan kedudukan dan keduniaan. Maka langkah menjahui keduniaan dan dan mengutamakan tuhan langsung atau tidak langsung pasti merupakan langkah yang jitu bagi pembinaan akhlak mulia.

Hanya saja sebagaimana telah disinggung cacat ajaran tasawuf pembinaan kelurusan pengalaman islam adalah eskrem kerohanian dan yang pada dasarnya berwatak eskapisme (asketik). Tasawuf mengubah citra islam sebagai agama jihad untuk membina masyarakat dan Negara yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur; menjadi berwatak egois kerohanian. Menciptakan orang-orang yang suka merenung dan berzikir yang merindukan kebahagian pribadi dalam penghayatan ma’rifat pada Tuhanya.
Metode mawas diri atau mengaca diri seperti yang digalakkan oleh para sufi semisal al-Ghozali, memang merupakan sarana atau tangga yang amat jitu untuk menemukan jatidiri dan kesadaran rahmat dan keagungan Alloh SWT. Bisa dihayati dengan terang-benderang Dali al-Ghozali pada halaman pertama kitab ihya’ Ulum al-Din juz III “man arofa nafsahu faqad ‘arofa robbahu” yakni barang siapa telah mengenal jati dirinya, tentu akan lebih mengenal dan menghayati keagungan Tuhanya.


2.Al-Maqam Lainnya.

Sebagian sufi menilai bahwa setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapat mencapai maqaom seperti makrifat (al-makrifah), dan menegaskan bahwa al-ridha bukan maqom tertinggi. Al-Kalabazi mengatakan bahwa sebagian sufi membagi makrifat menjadi dua: al-makrifat haq yang berarti penegasan keesaan Allah atas sifat-sifat yang dikemukakanNya, dan makrifat haqiqah yang bermakna makrifat yang tidak bias dicapai dengan sarana apapun, sebab sifatNya tidak dapat ditembus dan keTuhananNya tidak dapat dipahami.

Ø Al-Qusyairi menjelaskan bahwa maksud para sufi dari istilah makrifat adalah “sifat dari orang-orang yang mengenal Allah Swt.

Ø Nashral al-Din al-Thusi menjelaskan bahwa makrifat adalah derajat tertinggi pengetahuan tentang Allah Swt.


                               Bab III
                             PENUTUP


Perbedaan pendapat para sufi mengenai pengertian ahwal secara luas bahwa ahwal merupakan pengalaman mental sufi ketika menjelajah maqamat. Dua kata ‘maqamat dan ahwal’ dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang selalu berpasangan. Namun urutannya tidak selalu sama antara sufi satu dengan yang lainnya. Perlu dipertegas disini bahwa menurut al-Sarraj, hal adalah anugerah (mawahibah) Allah yang diberikan kepada sang hamba sebagai hasil dari usaha dan perjuangannya di dalam menempuh maqamat. Maqam diusahakan, sementara hal tidak. Maqam sifatnya tetap dan permanen, sedangkan hal tidak tetap, datang dan pergi.

Cinta adalah maqom sebelum ridho yang berarti cinta hanya kepada Allah dengan melakukan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya. Ridho adalah perpaduan dari sikap mahabbah dan sabar, menerima dengan lapang dada dan hati terbuka apa saja yang  dating dari Allah, baik dalam menerima serta mengamalkan ketentuan-ketentuan agama maupun yang berkenaan dengan masalah nasib dirinya. Maqom lainnya yaitu makrifat yang bermakna derajat tertinggi pengetahuan/sifat orang-orang yang mengenal Allah.

Referensi

Kadar. 2016.Gerbang Tasawuf. Perdana Publising.

Kartanegara, Mulyadi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf.  Jakarta: Erlangga.





Kamis, 08 Juni 2017

Tawakkal dan Cinta

Tawakkal dan Cinta




Disampaikan pada materi akhlak tasawuf, 09 juni 2017 

Nama  :  Irmawati Koto
 Nim   : 0705163048
Prodi.  :  Fisika 2 








BAB I
PENDAHULUAN



Latar Belakang

Maqamat dalam ilmu tasawuf berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakannya.Disamping itu maqamat berarti jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.Susunan al-maqamat menurut al-Ghazali adalah tobat,sabar,fakir,zuhud,tawakal,cinta,dan rida.

Ketika kita memfokuskan pandangan kepada semua amal hati,sebenarnya semua itu adalah dasar dan materi iman yang mencuat darinya,maka kita akan menemukan bahwa tidak ada makam yang paling komprehensif dengan cakupan atas semua ilmu dan amal sebuah hati daripada tawakal kepada Allah SWT.Diantara semua amal tersebut Tawakal adalah salah sesuatu yang paling kokoh dan diantara kedudukan-kedudukan itu,dia adalah yang paling mulia.

Tawakkal adalah suatu kondisi yang menggabungkan antara ilmu dan iman.Tidak mungkin seorang hamba tidak membutuhkan tawakal,baik tawakal kepada Allah yang ditangan-Nyakekuasaan atas segala sesuatu ,atau tawakkal kepada sesama makhluk yang lemah seperti dirinya.Tidak memiliki kuasa memberikan manfaat atau bahaya.Tidak memiliki kekuasaan untuk mematikan,menghidupkan,dan membangkitkan kembali yang telah mati.Itulah sebuah maqam yang sama sekali tidak bisa diabaikan begitu saja oleh oleh setiap manusia selama-lamanya.

Sedangkan makna cinta menurut kaum sufi adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintai.Berikut akan dijelaskan apa itu Tawakal dan Cinta di dalam ilmu tasawuf.





BAB II
PEMBAHASAN
TAWAKAL DAN CINTA

1.Tawakal (al-tawakkul)
            

 Berasal dari bahasa Arab,wakila,yakilu,wakilan yang berarti” mempercayakan,memberi,
membuang urusan,bersandar,dan bergantung,”istilah tawakal disebut dalam al-quran dalam berbagai bentuk sebanyak 70 kali.Dalam bahasa indonesia ,tawakal adalah “pasrah diri kepada Allah:percaya dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam penderitaan dan sebagainya),atau sesudah berikhtiar baru berserah kepada Allah .
          
  [1]Dalam karya-karya tasawuf,para sufi telah memberikan penjelasan mengenai makna tawakal.Hamdun al-Qashshar berkata,”tawakkal adalah berpegang teguh kepada Allah Swt.Sahl bin’Abd Allah al-Tustari berkata,”tawakkal adalah melepaskan segala apa yang dikehendaki dengan menyandarkan diri kepada Allah Swt”.Menurut Nashr al-Din al-Thusi ,tawakkal adalah”mempercayakan semua urusan kepada Allah ,dan keyakinan Allah memiliki kearifan dan kekuasaan untuk menjalankan segala urusan sesuai pengaturan-Nya…tawakkal tidak bermakna bahwa seseorang hamba tidak melakukan apapun dengan alasan menyerahkan semua urusan kepada Allah,tetapi tawakkal bermakna bahwa seriap orang harus mempercayai bahwa segala sesuatu selain Allah pasti berasal dari Allah,dan segala sesuatu bekerja sesuai hubungan sebab akibat.

2.Cinta (al-mahabbah)
          
  Menurut al-Ghazali,al-mahabbah adalah al-maqam  sebelum rida.kaum sufi mendasari ajaran mereka tentang cinta dengan Al-quran,hadis,dan atsar.[2]Makna al-mahabbah dalam tasawuf dapat dilihat dari ucapan kaum sufi.Junaid al-baghdadi,misalnya berkata “cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintai.”Muhammad bin’Ali al-Kattani berkata “cinta mengutamakannya yang dicintai.”Husni al-Manshur al-Hallaj berkata bahwa”hakikat cinta itu jika kamu berdiri bersama kekasihmu dengan menannggalkan sifat-sifatmu.”Muhammad bin al-Fadhal al-Farawi berkata”cinta itu adalah runtuhnya semua cinta dalam hati kecuali kepada kekasih.”Menurut Ibn Qudammah,tanda cinta kepada Allah Swt.adalah senantiasa berzikir kepada Allah;gemar mengasingkan diri hanya untuk bermunajat kepada-Nya seperti membaca Al-quran dan tahajjud;merasa rugi bila melewatkan tanpa menyebut nama-Nya;dan menyayangi semua hamba Allah mengasihi mereka dan bersikap tegas terhadap musuh-musuh-Nya.






BAB III
PENUTUP



Kesimpulan


Tawakal adalah pasrah diri kepada Allah:percaya dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam penderitaan dan sebagainya),atau sesudah berikhtiar baru berserah kepada Allah .Dan makna cinta dalam tasawuf dapat dilihat dari ucapan kaum sufi.Junaid al-baghdadi,misalnya berkata cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintai.



DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Rosihon.2010.Akhlak Tasawuf.Bandung:CV.Pustaka Setia
Ja’far.2016.Gerbang Tasawuf.Medan:Perdana Publishing






[1] Ja’far,Gerbang Tasawuf (Medan Perdana Publishing,2016),hlm 74-80
[2] Rosihon Anwar,Akhlak Tasawuf(Bandung:CV.Pustaka Setia,2010),hlm 105

Senin, 29 Mei 2017

Kefakiran dan Sabar

   Kefakiran(al-faqr) dan Sabar(al-shabr)



 Disampaikan pada mata kuliah     Akhlak Tasawuf pada hari                  Selasa, 30 Mei 2017


      Nama  :  Irmawati Koto
      Nim    :   0705163048







                 KATA PENGANTAR

           Dengan mengucap puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT ,yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah –Nya kepada saya sehingga saya dapat mengyelesaikan tugas resume yang berjudul “FAKIR dan SABAR”.
            Makalah ini saya susun disamping untuk melengkapi sebagian tugas akhlak tasawuf,juga untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang sabar.
            Saya menyadari bahwa makalah saya jauh dari kata sempurna,untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk sedikit menyempurnakan resume berikutnya. Saya berharap resume ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
            Akhir kata,saya mengucapkan terimakasih .

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

                         


                                 BAB I
                       PENDAHULUAN


Kefakiran dan sabar merupakan tingkatan-tingkatan spiritual seorang sufi yang harus diraih seorang salik secara mandiri.Kefakiran adalah simbol para wali dan hiasan para sufi,pilihan Allah Swt.pada orang takwa pilihan dan para nabi.Sedangkan para sufi fakir merupakan pilihan Allah Swt.bagi hamba-hamba-Nya.Mereka adalah pengemban rahasia-rahasia-Nya di antara para hamba-hambanya,yang dengan mereka dia menjaga para makhluk dan dengan keberkatan mereka rezeki disebarkan dikalangan manusia.
           


    Sabar adalah sifat terpuji yang sangat diaanjurkan dalam islam,hal yang berkaitan dengan sifat sabar telah banyak Allah Swt cantumkan dalam Al-Qur’an serta banyak terdapat dalam hadis-hadis Nabi Muhammad Saw.Orang-orang fakir yang sabar akan menjadi sahabat-sahabat Allah pada hari kebangkitan .Untuk lebih jelasnya akan dibahas dibawah ini.Hidup di dunia adalah ujian bagi semua umat manusia. Untuk menghadapi ujian tersebut diperlukan akhlak – akhlaq mulia seperti. Banyak umatsekarang ini yang kurang sabar dalam menghadapi cobaan yang diberikan Allah dalam hidupnya, sehingga ia putus asa dalam menghadapinya. Kurangnya rasa sabar yang dimiliki terkadang membuat kita mudah putus asa.


     


                              BAB II.                                                     PEMBAHASAN



Kefakiran (al-faqr)
       
          Menurut Ja’far, Medan (2016: 68) istilah fakir berasal dari bahasa Arab, faqura, yafquru, faqran yang artinya miskin. Istilah faqr bermakna kemiskinan. Dalam bahasa Indonesia, fakir berarti “orang yang sangat berkekurangan, orang yang terlalu miskin, atau orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan bati”. Al-Qur’an menyebutkan istilah fakir dalam berbagai bentuk sebanyak 14 kali.
     
       Dalam Shahih al-Bukhari, menyebutkan:
Membeitakan kepada kami Isma’il , ia berkata memberitakan kepada kami ‘Abd al-‘Aziz ibn Abi Hazim dari ayahnya dari S ahal ibn Sa’id al-Sa’idi sesungguhnya dia berkata seorang lelaki berlalu di depan Rasulullah Saw., lalu beliau bertanya kepada seorang lelaki yang duduk di sisi beliau bagaimanakah pendapatmu tentang laki-laki ini?  Ia menjawab bahwa ia adalah seorang laki-laki dari golongan orang-orang yang mulia. Demi Allah, orang ini pantas untuk dinikahkan jika ia meminang dan pantas diberi syafaat jika ia meminta syafaat. Sahal berkata Rasulullah Saw. terdiam, kemudian seorang lelaki berlalu, maka Rasulullah Saw. bertanya kepadanya bagaimanakah pendapatmu tentang lelaki ini? Ia menjawab wahai Rasulullah, ini adalah seorang lelaki dari kaum muslim yang fakir. Lelaki ini pantas untuk tidak dinikahkan jika ia meminang dan pantas tidak diberi syafaat jika ia meminta syafaat, dan pantas tidak didengarkan kata-katanya, jika ia berkata. Lalu Rasulullah Saw. bersabda lelaki seperi ini adalah lebih baik dari pada sepenuh isi bumi.

Dalam hadis lain disebutkan:

حَدَّثَنَا أَبُو الوَلِيدِ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ زَرِيْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الطّلَعْتُ فِى الجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا افُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِى النَّارِ فَرَأَيْتُ اَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ.
       
        Memberitakan kepada kami Abu al-Walid, memberitakan kepada kami Salm ibn Zarir, memberitakan kepada kami  Abu Raja’ dari ‘Imran ibn Hushain r.a. dari Nabi Muhammad Saw., beliau bersabda bahwa aku pernah mengamati di dalam surga, lalu aku melihat yang terbanyak pennghuninya adalah orang-orang kafir, dan aku pernah mengamati di dalam neraka, lalu aku melihat yang terbanyak penghuninya adalah wanita.
       
        Menurut al-Ghazali, fakir dapat bermakna tidak memiliki harta. Menurutnya, ada lima tingkatan fakir, dua diantaranya yang paling tinggi derajatnya, yakni seorang hamba yang tidak suka diberi harta, merasa tersiksa dengan harta, dan menjaga diri dari kejahatan dan kesibukan untuk mencari harta; dan seorang hamba tidak merasa senang bila mendapatkan harta, dan tidak merasa benci bila tidak mendapatkan harta.
       


Sabar (al-shabr)
       
       Kata sabar berasal dari bahasa Arab, shabara, yashbiru, shabran, maknanya adalah mengikat, bersabar, menahan dari larangan hukum, dan menahan diri dari kesedihan. Kata ini disebut dalam al-Qur’an sebanyak 103 kali.Allah Swt. berfirman Q.S. al-Anfal/8: 46
       
        Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan:
       
      Memberitakan kepada kami Abu al-Yaman, memberitakan kepada kami Syu’aib dari al-Zuhri, ia berkata menceritakan kepadaku ‘Atha ‘ ibn Yazid al-Laitsi, sesungguhnya Abu Sa’id al-Khudri berkata sesungguhnya beberapa orang Anshar meminta kepada Rasulullah Saw., tidak seorang pun diantara mereka yang meminta kepada beliau, melainkan beliau pasti akan memberinya, sehingga habislah segala yang ada di sisi beliau, maka ketika segala sesuatu  yang dinafkahkan dengan kedua tangan beliau telah habis, beliau bersabda kepada mereka ‘harta benda apa pun yang ada di sisiku, tentu aku tidak akan menyimpannya jauh dari kamu. Barang siapa memohon dihindari (dari hal-hal yang haram), niscaya Allah akan menghindarkannya, dan barang siapa memohon sabar, niscaya Allah akan menjadikannya bersabar, dan barang siapa memohon kelapangan, niscaya Allah akan memberi kelapangan kepadanya. Kamu tidak akan dianugerahi dengan anugerah yang lebih baik dan lebih lapang dari pada kesabaran. Ja'far, Medan (2016: 71-73)


       

     
                              BAB III
                            PENUTUP



Adapun kesimpulan dari pembahsan ini bahwa fakir adalah dalam kajian tasawuf adalah seorang tidak memiliki kecintaan terhadap kekayaan dn hiasan duniawi,dan jika ia memilikinya maka ia tidak berkeinginan untuk menyimpan dan mengumpulkannya.

Sedangkan sabar adalah menjauhi hal-hal yang bertentangan,bersikap tenang ketika menelan pahitnya cobaan,dan menampakkan sikap kaya dengan menyembunyikan kefakiran dalam kehidupan.






        DAFTAR PUSTAKA


Tasawuf.Bandung:CV.Pustaka Setia
Ja’far.2016.Gerbang Tasawuf.Medan:Perdana Publishing





Minggu, 07 Mei 2017

Tobat dan Warak

   TOBAT(Al-Taubah) dan Warak(wara')

  Disampaikan pada mata Kuliah Akhlak        Tasawuf Universitas Islam Negeri                        Sumatera Utara 2017



   

                       PEMBAHASAN


Kitab al-Ta’arruf li Mazhab ahl al-Tasawwuf  mengatakan bahwa maqamat itu jumlahnya ada sepuluh; at-taubah, al-zuhud, al-shabr,al-tawadlu, al-faqr, al- tawakkal, al- wara’, al-ridla, al- mahabbah,dan al- ma’rifah.(Abudin Nata, 1996: 194).
       
   Al-maqamat merupakan tingkatan-tingkatan spiritual seorang sufi, dari tingkatan paling mendasar sampai tingkatan tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt., yang diperoleh secara mandiri melalui pelaksanaan ibadah, mujahadah dan riyadhah secara terus menerus. (Ja’far, 2016:50).
       
  Dalam pembahasan kali ini, akan dibahas mengenai tobat dan warak
1. Tobat (Al- Taubah)
Maqam tobat (al-taubah) merupakan maqam pertama yang harus dilewati setiap salik dan diraih dengan menjalankan  ‘ibadah, mujahadah, dan riyadhah. Hampir semua sufi sepakat bahwa tobat adalah maqam pertama  yang harus diperoleh setiap salik. Imam al-Ghazali  mendasari maqam tobat dengan berbagai ayat al-quran, hadis-hadis, dan atsar sebagaimanana dapat dilihat dalam kitabnya, ihya’Ulum al-Din, sehingga akan dapat diketahui tentang kewajiban dan keutamaan tobat dalam Islam. Istilah tobat diartikan sebagai berbalik dan kembali kepada Allah dari dosa seseorang untuk mencari pengampunan-Nya.
Menurut al-Ghazali, tobat adalah meninggalkan dosa, dan tidak akan mungkin akan dapat meninggalkan dosa bila tidak mengenal macam-macam dosa, sedangkan hukum mengetahui macam-macam dosa adalah wajib (Ja’far, 2016: 57-61).
Al-Taubah berasal dari bahasa Arab, taba, yatubu, taubatan, yang artinya kembali. (Abudin Nata, 2013: 171). Taubat yang dimaksud kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebaikan.

Taubat yang dimaksud sufi adalah taubat yang sebenarnya, taubat yang tidak akan membawa kepada dosa lagi. (Harun Nasution: 1983:67).

Menurut Qamar Kailani, tobat adalah rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati disertai permohonan ampun serta mennggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa.
Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai penghentian awal dari jalan menuju Allah swt. Pada tingkat terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau anggota-anggota badan. Pada tingkat menengah, tobat menyangkut pangkal-pangkal dosa, seperti dengki sombong dan riya. Dan pada tingkat yang lebih tinggi tobat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah SWT(M.Sholihin:Pustaka Setia Bandung)



2.  Warak (Al-Wara')

Kata warak berasal dari bahasa Arab, wara’a, yari’u, wara’an yang bermakna berhati-hati, tetapi dalam kasus bahasa Indonesia warak bermakna “patuh dan taat kepada allah”. Di dunia tasawuf, kata warak ditandai dengan kehati-hatian dan kewaspadaan tinggi. Al-Qusyairi menjelaskan bahwa “wara’ adalah meninggalkan segala hal yang syubhat. Ibrahim bin Adam berkata, “wara’ adalah meninggalkan hal-hal yang syubhat dan segala hal yang tidak pasti yakni meninggalkan hal-hal yang tidak berfaedah”. Menurut Ibn Qayyim al-Jauziah, warak adalah menjaga diri dari perbuatan dan barang haram dan syubhat (Ja’far, 2016: 62-63).
Secara harfiah al-wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini selanjutnya menandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan dalam pengartian sufi al-wara’ adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat). Sikap menjauhi diri dari yang syubhat ini sejalan dengan hadis Nabi yang berbunyi:
Secara harfiah, al-wara’ memiliki arti saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Al-Wara’ juga mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik.

Dalam pendapat sufi, al-wara’ adalah meninggalkan segala yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara yang halal dan haram (syubhat), karena syubhat  lebih dekat kepada yang haram.

فمن اتقى من الشبهات فقداستبراءمنالحرام.
“Barangsiapa yang dirinya terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya ia telah terbebas dari yang haram.” (HR Bukhari).

Faqr [fakir]

Fakir adalah tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dimiliki dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.

Pada prinsipnya, sikap mental faqr merupakan rentetan sikap zuhud, hanya saja zuhud lebih keras menghadapi kehidupan duniawi, sedang faqr hanya pendisiplinan diri. Sikap faqr selanjutnya akan memunculkan sikap wara’. Warak mneurut para sufi adalah sikap kehati-hatiandalam menghadapi segala sesuatu yang belum jelas makna dan masalahnya. Seperti jika bertemu suatu persoalan yang tidak pasti hukumnya atau tidak jelas asal-usulnya lebih baik untuk menghindari serta meninggalkannya.




Kesimpulan :
       

  Tobat,dan warak merupakan bagian dari al-maqamat atau tingkatan yang harus dilewati oleh seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Tobat dan warak merupakan sifat-sifat terpuji. Taubat yang dimaksud sufi adalah taubat yang sebenarnya, taubat yang tidak akan membawa kepada dosa lagi.Sementara warak  mengandung arti untuk menjauhi hal-hal yang tidak baik.

Tobat adalah rasa penyesalan sungguh-sungguh dalam hati disertai keinginan dan permohonan untuk meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa. Zuhud adalah sikap mengurangi keterikatan pada kehidupan dunia dengan penuh kesadaran untuk beribadah pada Allah SWT. Faqr adalah tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dimiliki dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak meminta sesuatu yang lain. Termasuk sikap faqr yaitu warak.


                                                           

                 Daftar Pustaka :

Ja’far, 2016. Gerbang Tasawuf : Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, Medan:  
           Perdana Publishing.
Nasution, Harun. 1983. Falsafah dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abudin.  1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.
M.Sholihin.Ilmu Tasawuf.Pustaka Setia Bandung

Laporan Kunjungan Perpustakaan

      Laporan Kunjungan Perpustakaan

         

                 Nama  : Irmawati Koto
                   Nim     : 0705163048
                   Prodi.  : Fisika 2





                                                               

     

                  KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Hasil Pengamatan Perpustakaan Daerah ini dengan baik. Laporan ini kami susun berdasarkan mata kuliah Manajemen Kearsipan mengenai suatu sistem pengelolaan kearsipan dan melaporkan hasil observasi/pengamatan yang telah dilakukan. Dimana isi dari laporan ini ialah tentang Sistem Pengarsipan Buku di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan berbagai kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun agar laporan ini menjadi lebih baik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Ja'far MA  selaku dosen pengajar mata kuliah Akhlak Tasawuf yang telah memberikan tugas kepada saya yaitu membuat laporan ini,                                  


                                 Medan, 01 mei 2017


                                           Penulis








                               BAB  I
                      PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Perpustakaan merupakan tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk salah satu pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, tempat belajar, penelitian dan juga merupakan salah satu tempat penerapan sistem kearsipan. Sebuah perpustakaan memiliki beberapa tugas pokok yaitu mengumpulkan berbagai jenis informasi baik itu berupa buku ilmu pengetahuan, novel atau buku hiburan, kumpulan berita, buku pedoman dan lain sebagaiyna untuk dapat digunakan oleh banyak orang, dan juga untuk melestarikan, memelihara, dan merawat informasi yang ada. Melalui perpustakaan seseorang dapat bertukar informasi dan saling memperoleh nilai tambah untuk perkembangan pengetahuan, wawasan dan pengalaman.

Perpustakaan pada umumnya dibagi menjadi dua bagian berdasarkan bentuk gedung yaitu ruangan dan gedung. Perpustakaan yang berbentuk ruangan biasanya ada di sekolah-sekolah, dan tempatnya cenderung lebih sempit daripada perpustakaan yang berbentuk gedung. Perpustakaan berbentuk gedung biasanya berada di daerah yaitu perpustakaan daerah, dan fasilitasnya biasanya lebih lengkap dibandingkan dengan perpustakaan berbentuk ruangan.

Perpustakaan bentuk ruangan biasanya ada dua tempat yaitu tempat penataan buku-buku dan tempat membaca. Tempat penataan buku atau biasa disebut dengan rak buku digunakan untuk menyimpan dan menata buku-buku yang ada sesuia dengan sistem kearsipan yang diterapkan di perpustakaan tersebut, dimana hal tersebut dilakukan agar pengunjung lebih mudah untuk mencari buku yang diinginkan. Sistem kearsipan yag biasa diterapkan pada perpustakaan salah satunya yaitu Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara adalah sistem nomor/penomoran dimana hal tersebut dilakukan dengan alasan karena perpustakaan menyediakan dan menyimpan banyak buku dengan berbagai jenis sehingga dengan menggunakan sistem nomor maka akan mempermudah dalam pengkodean dan penempatan buku pada rak-rak yang telah disediakan sebelumnya.



B. Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat pelaksanan kunjungan yang dilakukan ialah :

Hari                   : Jumat
Tanggal             : 28 April 2017
Pukul                 : 10.00 WIB s.d 12.25 WIB
Tempat              : Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sumatera Medan


C. Tujuan dan Manfaat Kegiatan

Tujuan dari kunjungan perpustakaan ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Pengajar Mata Kuliah Akhlak Tasawuf Bapak Dr.Ja'far MA dan manfaatnya ialah :
Untuk bisa membandingkan pembahasan tentang akhlak tasawuf dalam buku Dr,Ja'far MA dengan buku Prof.Dr.Rosihon Anwar,M.Ag.


D.Laporan Hasil Kunjungan Perpustakaan dengan Buku Pembanding Akhlak Tasawuf Edisi           Revisi Prof.Dr.Rosihon Anwar,M.Ag



1.IDENTITAS BUKU

- Judul buku          : Akhlak Tasawuf
- Penulis                : Prof.Dr.Rosihon            Anwar,M.Ag.
- Penerbit               : Pustaka Setia
- Kota Terbit          : Bandung
- Tahun Terbit        : 2010
- Jumlah Halaman  :  364 hlm
- ISBN                        : 978-979-730-917-6


2.ISI

-  Buku Pembanding Akhlak Tasawuf(Prof.Dr.Rosihon Anwar,M.Ag.)

  Bab 1. :  Akhlak dan Beberapa Tinjauan Terhadapnya
   Bab  2 :  Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu Lainnya
   Bab  3 :  Sejarah dan Perkembangan Ilmu Akhlak
   Bab 4  : Baik dan Buruk
   Bab 5. : Akhlak Terpuji(akhlak Mah mudah)
   Bab  6 : Akhlak Tercela (Akhlak Madzmumah)
   Bab  7 : Pengertian Tasawuf dan Dasar-Dasar Quraninya
   Bab  8 : Sejarah perkembangan Tasawuf dari Masa ke Masa
   Bab  9 : Kerangka Berpikir Irfani:Dasar-dasar falsafi ahwal dan maqamat
   Bab 10 : Hubungan Tasawuf dengan ilmu kalam,filsafat,fiqh,dan ilmu jiwa
   Bab  11 : Tasawuf Akhlaki
   Bab  12 : Tasawuf Irfani
    Bab 13 :  Tasawuf Falsafi
   Bab  14 : Tarekat : Sejarah dan Perkembangannya
    Bab 15 : Studi kritis terhadap aliran-aliran Tasawuf
    Bab. 16 : Tasawuf di Indonesia        


E.Penjelasan Akhlak Tasawuf Edisi

Revisi Prof.Dr.Rosihon Anwar,M.Ag.
Prof.Dr.Rosihon Anwar,M.Ag.dilahirkan di Desa dan Kec.Ciwaru Kab.Kuningan pada tanggal 15 september 1969,anak dari pasangan keluarga K.H.Moch.Aruman(Alm) dan Siti Nafisah(Alm).Pada tahun 1995,ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Enung Supartini ,S.S.dan dikaruniai dua anak,Hielya Amelia dan Raghib Musoffa Kamil.

Pendidikan formal penulis dijalani di SDN Bayu Asih Ciwaru (Kng)(1983),Mrs NU Buntet Cirebon,tahun 1986,MANU Buntet Cirebon(1989),Sunan Gunung Djati Bandung(S-1)(1993),IAIN Syarif Hidayatullah (S-3)(2005),Jakarta.Sedangkan pendidikan non formalnya dijalani di Pondok Pesantren Buntet Cirebon(1983-1989).Sejak tahun 1995 menjadi staf pengajar di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung.Aktif juga menjadi Anggota Dewan Tahqiq Departemen Agama Republik Indonesia , Mengajar di Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung , mengajar di Akper Kabupaten Sumedang,pengurus wilayah NU Jawa Barat,Direktur Lembaga Studi Al Quran (LESTUTA) Bandung , Pengurus Wilayah Persatuan Tarbiyah Jawa Barat,Pengurus ICMI Muda Jawa Barat Pengurus Wirakarya Jawa Barat.

Diantara Karya-karyanya adalah : Keberadaan Israilliyat dalam Tafsir Ibnu Katsir,Meluruskan Sejarah Islam,Studi Kritis tentang Tahkim,Mutiara Ilmu-ilmu Al quran Keagungan dan Keindahan Syariat Islam,Sentuh absen tuhan Sufistik,Prinsip-prinsip Dasar Aliran Teologi Islam,Melacak Tafsir al quran dalam kitab-kitab hadis,membuka pintu-pintu surga dan masih banyak lagi karya-karyanya yang menarik.